Sungguh sayang kalau smartphone hanya digunakan untuk chatting, browsing, dan menelepon. Padahal kemampuannya masih bisa dimaksimalkan untuk membantu kehidupan kita dengan keluarga. Bagaimana caranya? Smartphone. namanya saja kita sudah bisa menebak kalau perangkat ini lebih cerdas dibanding Dari ponsel biasa. Perbedaan paling jelas bisa dirasakan dari kemampuan, konektivitas, dan fitur yang tertanam di dalamnya
Ketika smartphone makin banyak digunakan, ada peralihan fungsi tradisional ponsel. Yang tadinya hanya untuk menelpon dan mengirim pesan, kini menjadi untuk chatting, browsing, hingga bermain game online. Itu semua berkat teknologi internet yang telah turut mengglobalisasi si ponsel pintar. Bahkan kegiatan mengirim pesan dan telepon sudah bisa dilakukan gratis dengan aplikasi chatting tersebut.
Sebut saja misalnya LINE, WhatsApp, dan lain sebagainya. Ya, memang tak 100 persen gratis juga sih. Karena kuota internetnya tetap harus dibayar. Namun, demikian cerdasnya smartphone, apakah kita yakin sudah memanfaatkannya dengan optimal? Jangan-jangan kita malah "kalah cerdas" dengannya. Sungguh sayang kalau smartphone hanya digunakan untuk chatting, browsing, dan menelepon. Padahal kemampuannya masih bisa dimaksimalkan untuk membantu kehidupan kita dengan keluarga.
Memandu perjalanan
Salah satu aplikasi yang sebaiknya mendampingi kita adalah maps. Terutama kita yang sering bepergian atau menghabiskan waktu di jalan. Misalnya seperti aplikasi Google Maps dan Waze.
Apa sih perbedaannya? Secara fungsi dasar, sebenarnya kedua aplikasi ini sama saja. Yakni sebagai peta penunjuk jalan digital, sekaligus menginformasikan kepadatan lalu lintas secara riil.
Misalnya untuk mengantar anak ke sekolah, atau kita berangkat ke tempat kerja. Keduanya pun tersedia untuk smartphone berbasis iOS maupun Android. Meski kedua aplikasi itu samasama dimiliki Google (Waze diakuisisi Google pada 2013), tapi mereka memiliki dua pendekatan yang sangat berbeda.
Mulai dari desain tatap muka, hingga fitur yang tersedia. Dari segi desain, Google Maps jauh lebih sederhana, user friendly, dan mudah dipahami. Sedangkan desain Waze memang tampak lebih "menyenangkan" dengan ikonikon unik. Namun, agak lebih sulit dipahami. Tapi kalau sudah terbiasa, bisa sangat menyenangkan juga loh. Sedangkan dari keakuratan, masing-masing memiliki kelebihannya sendiri.
Ketika kita mengaktifkan aplikasi Google Maps, GPS, dan fitur My Location di smartphone/iphone kita, maka secara otomatis smartphone akan mengirim balik butir-butir informasi ke Google. Seperti data kecepatan kendaraan dan lokasi kita saat itu secara anonim. Ketika digabungkan dengan data anonim dari perangkat-perangkat lain yang berkemampuan serupa, ini akan membantu Google Maps menciptakan gambaran kondisi lalu lintas yang lebih baik. Jalan berwarna hijau artinya lalu lintas bergerak lancar, oranye berarti agak padat, dan merah padat. Semakin tua warna merahnya, sema-kin rendah kecepatan lalu lintas di jalan tersebut. Caranya dengan mengakti? an menu lalu lintas atau tra c pada menu utama Google Maps.
Tak jauh berbeda dengan tandatanda warna dalam Waze. Hanya sumbernya saja yang berbeda. Yakni berasal dari para peengguna Waze sendiri. Jadi, makin banyak pengguna aktif, berarti makin lengkap rekomendasi rute perjalanan yang bisa diterima pengguna lain. Namun, bukan mustahil seorang pengguna bisa salah, tidak sengaja, atau bahkan iseng membuat laporan jalan yang tidak benar. Hal itu tentu bisa berimbas pada ribuan pengguna lainnya. Untungnya persoalan tersebut sudah dapat terjawab, yakni diselesaikan juga oleh pengguna.
Waze menerapkan sistem tingkat pengguna dari tingkat 1 hingga 6. Semakin tinggi tingkatannya, semakin tinggi pula wewenang pengguna itu untuk memberi dan mengkoreksi laporan dari jalur yang ia lewati. Jadi ada begitu banyak mata yang bisa memverifikasi laporan yang ada.