Lihat ke Halaman Asli

Penggusuran Masyarakat Adat di Pulau Rempang: Mirip Aborigin?

Diperbarui: 20 September 2023   23:51

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bisnis. Sumber ilustrasi: Unsplash

Pada pulau Rempang, gemuruh konflik memunculkan bayangan tragedi yang menghantui sejarah. Kembali pada tahun 2023, dalam sebuah kutipan yang menjadi sorotan media, Affan Ramli, seorang pengajar di Akademi Adat (AKAD), dengan lugas menyatakan bahwa apa yang terjadi di Pulau Rempang terasa begitu mirip dengan tragedi yang pernah menimpa suku asli Aborigin di Australia.

Keberadaan yang Terlupakan

Rempang, sebuah pulau di Kepulauan Riau, sebagian besar masyarakat Indonesia mungkin belum banyak mendengarnya. Namun, menurut Affan, ada lebih dari 10 ribu masyarakat yang menjalani hidup mereka di 16 kampung adat di pulau ini. Ini adalah fakta yang kontras dengan klaim pemerintah yang menggambarkan Pulau Rempang sebagai daerah kosong.

Untuk membuktikan bahwa Pulau Rempang bukanlah "kosong," Affan Ramli merujuk pada catatan sejarah, terutama pada kunjungan seorang pejabat Belanda, P. Wink, yang datang ke pulau ini pada tahun 1930. Hasil kunjungannya tertulis dalam artikel berjudul "Verslag van een bezoek aan de Orang Darat van Rempang" pada 4 Februari 1930.

Konflik Terkini

Permasalahan muncul ketika pemerintah menggerakkan aparat untuk memaksa masyarakat adat Pulau Rempang untuk mengosongkan tempat tinggal mereka. Alasannya adalah proyek pembangunan pabrik kaca terintegrasi yang melibatkan investasi besar-besaran dari Xinyi Group asal China. Dengan perkiraan investasi mencapai 11,5 miliar dolar AS, dan rencana penyerapan tenaga kerja hingga 30.000 orang, pemerintah berharap proyek ini akan menjadi tonggak pembangunan di Batam.

Kebijakan Liberalisme Ekonomi

Namun, Affan Ramli melihat lebih jauh dari sekadar proyek ini. Baginya, perampasan lahan komunal warga adat untuk diserahkan kepada perusahaan swasta mencerminkan kebijakan liberalisme ekonomi yang diajarkan oleh pemerintah kolonial sebelum Indonesia merdeka. Ia menyayangkan ketidaksesuaian antara pengakuan atas hak wilayah atau tanah milik bersama berdasarkan hukum adat dengan realitas di lapangan, terutama saat kepentingan pembangunan mendominasi.

Pembantaian Aborigin dan Pelajaran untuk Indonesia

Affan Ramli berharap bahwa Indonesia dapat belajar dari pengalaman negara-negara seperti Selandia Baru dan beberapa negara di Amerika Latin. Di negara-negara tersebut, kesepakatan telah dicapai antara pemerintah dan masyarakat adat untuk mencapai keseimbangan antara pembangunan dan kehidupan masyarakat adat melalui kolaborasi.

Klaim Kepala BKPM

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline