Mata kuliah Dakhil fi Tafsir merupakan mata kuliah yag unik. Karena membahas tentang kecacatan dalam suatu penafsiran. Baik itu cacat dalam riwayat (Dakhil Naqli) ataupun cacat dalam ijtihad/pemikirannya (Dakhil Ra'yi). Sebelum mengarah kesana, terlebih dahulu harus diketahui bagimana sih penafsiran yang benar (Ashil). Ibrahim Khalifah sebagai pencetus ilmu tersebut menyatakan ada beberapa kriteria tafsir disebut ashil. Salah satunya adalah penafsiran yang sumbernya berasal dari sahabat dan tabi'in. Akan tetapi tentu saja kriteria tersebut memiliki syarat.
Pertama, penafsiran tersebut haruslah bersifat suprarasional. Kedua, penafsiran tersebut bukanlah termasuk dalam cerita Israiliyyat. Nah, disini akan dijelaskan sedikit tentang bagaimana tafsir suprarasional itu.
Jika dipahami secara makna, suprarasional adalah sesuatu yang di luar lingkup nalar. Namun suprarasional tidak berarti mustahil. Contoh misalnya sebuah pernyataan bahwa surga dan neraka abadi. Jika ada ada seorang sahabat atau tabi'in yang manafsirkan suatu ayat Al-Qur'an dengan mengatakan demikian, maka itu termasuk dalam tafsir yang suprarasional. Kenapa? Karena manusia tidak akan mampu memikirkannya. Manusia hanya dapat berpikir terhadap sesuatu yang terbatas dalam ruang dan waktu. Sedangkan "abadi" tak ada batas waktunya.
Contoh dalam tafsir Al-Qur'an misalnya pada Al-Baqarah: 102
"Dan mereka mengikuti apa yang dibaca oleh setan-setan pada masa kerajaan Sulaiman. Sulaiman itu tidak kafir tetapi setan-setan itulah yang kafir, mereka mengajarkan sihir kepada manusia". (QS. Al-Baqarah: 102)
Kemudian sahabat Ibnu Mas'ud menafsirkan ayat tersebut dengan mengatakan
"Barang siapa mendatangi tukang sihir dan dukun, maka ia telah kafir"
Nah, bagian mana yang termasuk dalam suprarasional? Suprarasionalitasnya adalah pernyataan Ibnu Mas'ud yang menghakimi kekafiran seseorang. Bukan tukang sihir nya atau dukun nya. Memang hal-hal tersebut termasuk yang di luar nalar, tetapi dalam konteks tafsir bukanlah hal tersebut yang dimaksud.
Lalu kenapa menghakimi kekafiran seseorang termasuk dalam tafsir suprarasional? Karena menghukumi orang dengan kafir itu mustahil bersumber dari Ibnu Mas'ud sendiri. Beliau pasti mendengarnya dari Nabi Muhamad SAW sebagai penerima wahyu, oleh karena itu beliau berani mengatakan demikian.
Contoh lainnya adalah bila surat Yasin, ditafsirkan dengan riwayat berikut, maka tafsirnya ashil.
Abu Qilabah berkata; "Semua memiliki jantung. Sedang jantung Al-Quran adalah surah Yasin".
Mengapa ashil? Karena pernyataan tersebut memenuhi persyaratan di atas. Pertama, merupakan suprarasional, yaitu pernyataan bahwa surat Yasin merupakan bagian utama Al-Qur'an. Pernyataan tersebut tidak mungkin berasal dari Abu Qilabah sendiri, pastinya berasal dari gurunya yaitu sahabat dan sahabat berasal dari Nabi SAW. Kedua, Abu Qilabah menurut riwayat merupakan tabi'in dan beliau bukan tabi'in yang terkenal suka meriwayatkan Israiliyat. Kesimpulannya jika keutamaan surat Yasin ditafsirkan dengan ungkapan Abu Qilabah di atas, maka penafsiran tersebut ashil.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H