Lihat ke Halaman Asli

Mengertilah

Diperbarui: 24 Juni 2015   19:06

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sebuah kata yang sering kita dengar namun hanya sedikit orang yang dapat melakukannya. Aku pernah berbincang dengan seorang ibu ketika didalam angkot (bemo). Betapa dia sangat menghargai orang yang respect terhadap keadaan disekitarnya. Dia lantas memberi contoh yang ternyata sering kita lihat dalam kehidupan sehari-hari.

Ketika angkot yang ditumpanginya sedang lenggang berisikan 3-4 penumpang, sang sopir yang dituntut setoran otomatis mengemudi dengan perlahan berharap ada penumpang di pinggir jalan. Sebagai seorang sopir tentu dia memiliki naluri yang dalam untuk mengenali seorang penumpang. Masalah timbul ketika sang sopir menuju kearah calon penumpang itu, calon penumpang itu terkesan acuh tak acuh terhadap kedatangan angkot yang sedang menuju kearahnya. Hal ini jelas membuat kecewa sang sopir. Terlebih bagi penumpang yang sedang diburu waktu.

Angkot kembali berjalan, ketika sang sopir melihat calon penumpang di ujung jalan. Dia langsung mendekatinya. Namun, ketika hendak sampai sang calon penumpang tersebut menggeleng dan memberi isyarat menolak dengan tangannya. Kejadian inilah yang sangat dihargai oleh Ibu tadi.

Mengertilah, menggeleng atau sekedar member isyarat bahwa kita tidak naik angkot tersebut adalah salah satu kegiatan kecil yang sangat bermanfaat bagi orang lain.

Sang ibu yang tujuannya masih jauh, melanjutkan ceritanya. Dia pernah juga menumpangi angkot yang sopirnya ugal-ugalan dan sangat ambisius. Ketika angkot yang ditumpanginya melaju dengan kecepatan yang cukup tinggi dan berada di jalur tengah. Tiba-tiba tak jauh dari sana ada calon penumpang yang memberi isyarat hendak bergabung dengan angkotnya.

Seketika itu, sang sopir langsung membelokkan angkotnya kearah calon penumpang tersebut. Hal ini dia lakukan tanpa melihat kaca spion. Akibatnya, hampir saja pengendara yang berada persis dibelakangnya menabrak angkot tersebut.

Ketika pulangnya, ibu tersebut menumpangi sopir angkot yang friendly dan santun dijalan. Sang sopir tetap konsisten berada dijalur khusus MPU. Sehingga ketika ada penumpang yang ingin berhenti atau ada calon penumpang yang mendadak muncul tidak membuat masalah. Mengertilah, bahwa jalanan adalah pembunuh tersadis masa kini dan kecelakaan adalah Algojonya.

Sungguh, pengalaman diatas adalah peristiwa yang kita lihat setiap hari. Ibu tersebut juga merasa heran terhadap kepekaan seseorang yang hendak menyebrang jalan. Dia pernah mendapati, disebuah jalan yang cukup lenggang tiba-tiba sopir angkot yang ditumpanginya mendadak menginjak pedal rem. Dengan penasaran ibu itu melihat ada apa di depan angkot tersebut. Rupanya ada seorang wanita yang tiba-tiba menyebrang jalan tanpa melihat kondisi sekitar dan bahkan dia dengan santai tanpa dosa berjalan dengan pelan.

Sungguh ironis. Mengertilah, dampak dari akibat menyebrang jalan sembarangan bukan hanya diterima oleh sang penyebrang. Tetapi, pengendara jalan yang lain juga turut merasakannya. Akhirnya Ibu itu menutup ceritanya dengan menarik nafas panjang. Tak lama berselang, Ibu itu pamit untuk turun. Aku mengamati Ibu tersebut sampai dia turun. Betapa kagetnya aku, ternyata Ibu yang baru saja berbincang denganku adalah seorang pedagang buah di pinggir jalan. Betapa pekanya orang itu ditengah kondisi zaman edan ini.

Sekali lagi, Mengertilah, bahkan orang-orang seperti Ibu tadi telah menunjukkan betapa kita sangat kurang respect terhadap keadaan disekitar kita. Terutama ketika berada di jalan. Peka dan Mengerti akan kondisi disekitar kita akan membawa efek positif bagi kehidupan kita.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline