Lihat ke Halaman Asli

Ode Untuk-(?)

Diperbarui: 27 Februari 2022   23:59

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Malam, engkau tahu  aku selalu benci ketika memimpikannya, semakin hiruk-pikuk tangis hujan di atap kamar-ku, ia datang. Semakin lantang cerewet gagak yang bertengger di mataku semakin tumbuh pula ia. Sepanjang itu pula tabir rinduku ku-koyak .

Tak abis anggur dalam cangkir, tak lupa pula meninggalkan doa. Ketika perintah yang jarang aku lakukan kulaksanakan, namamu ku-sematkan dengan peniti penuh tetesan darah dan dosaku. Tampak pecah kabut mendobrak mata pada subuh esoknya. Langkah di setapak jalan menuju bukit pertemuan itu terdistorsi  oleh semacam kudapan pengusir.

Aku yang selalu benci mengenangmu di dalam mimpi, aku yang selalu benci mengenangmu di dalam mimpi, aku yang selalu benci mengenangmu di dalam mimpi menginginkan kita mati dan tak akan dipertemukan  lagi di suatu tempat yang sama.

Sehingga saat inilah aku ingin selalu bersamamu.  Walau aku benci akan mimpiku yang selalu memproyeksikan-mu. Namun kamu akan selalu menjadi rajahat paling indah di tubuhku. Sebelum sebilah pisau di tanganku ku-tancapkan ke-dadamu dan ke-dadaku.

Kita sebaiknya menyaksikan piringan gelap itu berputar  sebelum kencana itu datang menjemput.

Alfarizi Andrianaldi, Februari 2022




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline