Lihat ke Halaman Asli

Berharap HL Bak Berharap Tampil di Hollywood

Diperbarui: 17 Juni 2015   23:36

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

14115817121045634575

Sumber : hollywoodsign.org

Banyak yang bilang saya ini mirip salah seorang aktor Hollywood, istri, anak-anak, sanak saudara bahkan teman-teman maupun orang yang baru kenal mengatakan demikian. Tapi saya pikir mereka ini berseloroh karena saya melihat di kaca cermin sama sekali tidak ada mirip-miripnya, mata saya sipit, pipi tembem, kulit gelap ah sudahlah pokoknya jauh dari mirip, tapi bisa jadi kalau saja orang melihatnya dari jarak 2 km, pake sedotan minuman terus matanya merem. Sumpah saya tidak percaya sedikitpun karena Ibu saya sendiri mengatakan kalau saya ini yang paling jelek di antara 4 bersaudara, makanya saya lebih baik meproklamirkan diri sebagai Ketua Suku Pipi Tembem saja dari pada terkena delusi merasa menjadi aktor karena dikomporin sama orang-orang.

Tapi delusi ngaco itu sedikit banyak nempel juga akibat keseringan dibilangin kayak aktor, pada tahun 2000 pertama kali saya ke Amerikiyah saya berkunjung ke Los Angeles dan kebetulan waktu itu ada acara Academy Award di Hollywood, juga pada waktu itu banyak yang bilang saya sedang ganteng-gantengnya (heu.. heu.. heu). Berbekal keyakinan bahwa saya ini mirip aktor  Hollywood saya ikut berdesak-desakan melihat acara tersebut dengan harapan ada seseorang yang mempunyai hubungan dengan dunia perfilman di Hollywood akan melihat saya dan tertarik sehingga mengajak saya untuk audisi menjadi artis Hollywood.
Mondar-mandir dari Barat ke Timur, lalu dari Timur ke Barat, besoknya begitu lagi mondar mandir di jalanan Hollywood tapi ternyata tidak ada seorangpun yang melirik apalagi peduli dengan keberadaan saya disana.

14115816881555831934

Sumber : ibtimes.co.uk

Sedang asik-asiknya berjalan sambil melamun tiba-tiba ada yang memanggil saya dari belakang, saya menoleh dan melihat ternyata seorang bule yang memakai setelan hitam, berdasi dan ada name tag di dadanya bertanya pada saya : “Hi guys, are you from Indonesia?”, wah pucuk dicinta ulam tiba nih kata saya dalam  hati, lalu saya jawab : “Oh sure, how come you know?”, setelah berbasa-basi sebentar saya tahu kalu dia memang bekerja sebagai Security di situ yang sedang off duty dan pernah ke Surabaya, pantas saja dia tahu saya dari Indonesia karena saya merokok kretek Djie Sam Soe. Tapi kemudian ujung-ujungnya dia minta rokok kretek saya ingin merasakan nostalgia katanya, ya sudah saya kasih saja sambil ngobrol kesana-kemari, jadi kalau itung-itungan malahan rugi yah, udah mah cape ditambah rugi rokok pula.

Lantas apa hubungannya dengan persoalan HL yang disebut di atas?

Banyak tulisan berisi motivasi tentang menulis kira-kira begini, katanya setiap orang bisa menulis jadi mulai saja menulis dan biarkan semua yang ada di pikiran mengalir melalui pena anda, eh keyboard kali, setelah itu baru dibaca lagi untuk mengoreksi lalu menulis lagi. Begitu dan begitu yang harus dilakukan berulang-ulang sehingga akhirnya akan tumbuh sense of menulis, katanya.

Dengan bekal yang membuat begitu pede itu saya mencoba membuat tulisan kemudian registrasi di Kompasiana lalu tulisan dipublikasi dan hasilnya? Ahaa … lumayan tidak terlalu jelek untuk seorang pemula. Lalu terjadilah musibah yang tidak diinginkan itu, menulis jadi terasa gampang, terlepas dari paham tidaknya seseorang dengan maksud tulisan saya, saya mulai dihinggapi delusi menjadi penulis, menulis lalu publish, menulis lagi lalu publish lagi demikian terus menerus, persis seperti yang saya lakukan di jalanan Hollywood, sambil berharap-harap cemas ada yang peduli dengan tulisan saya syukur-syukur membacanya, memberi komentar serta me-ratingnya, sampai suatu waktu saya melihat ada komentar yang mengucapkan “Selamat HL" yaitu dari Ibu Roselina Tjiptadinata.

Wah saya pikir lelucon lagi nih, pasti Admin salah memilih orang untuk HL, tapi saya penasaran juga dan langsung klik ke Home-nya Kompasiana melihat di tempat tulisan HL seharusnya berada, ternyata tidak ada tulisan saya, ya sudah saya balik lagi ke halaman tulisan saya dengan agak lesu untuk menjawab komentar, eh ada lagi yang mengucapkan selamat sehingga buru-buru saya balik lagi ke Home untuk melihatnya, dan setelah selidik punya selidik dengan ketelitian tingkat tinggi ternyata memang ada tulisan saya hanya judulnya berganti jadi saya tidak melihatnya. Nah barangkali perbedaanya dengan kisah di Ajang Academy Award di atas, di sana saya cuma ketemu Satpam yang minta rokok saya dan tidak menginjak karpet merah, di Kompasiana ini diberi, benar-benar berkesempatan menginjak karpet merah HL.

Baiklah untuk memperpendek ceritanya, karena kalau tidak saya stop jari-jari ini seperti terkena alzheimer ingin bergerak-gerak terus, saya hanya ingin menyampaikan bahwa apabila saya menulis hanya dengan motif berharap diganjar HL persis sama dengan kelakuan saya dulu hilir mudik di Hollywood berharap-harap cemas mendapat durian runtuh, karenanya mendingan menulis saja tanpa terbebani apa-apa dapet durian ya syukur, dapet nangka matur nuwun gak dapet apa-apa juga saya dapet keasyikan baru yaitu menulis dan menambah teman.

Sebagai Kompasioner tentu harus memiliki harapan mendapat HL, TA, artikel banyak yang membuka (entah dibaca atau tidaknya), mendapat banyak komentar, rating dsb. hanya tentu saja keharusan ini tidak menjadi motif utama dalam menulis, tentu saja seandainya tulisan saya sama sekali tidak mendapat apresiasi sudah pasti saya akan gulung tikar dan bongkar lapak apabila hasilnya terus-terusan hanya :

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline