Lihat ke Halaman Asli

Alfarisma Melandika

Pecinta kopi, coklat, hujan, dan senja

Ketika Alam Murka

Diperbarui: 6 November 2022   09:46

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Banjir bandang dan tanah longsor (Sumber : regional.kompas.com)

Dulu, kau adalah zamrud khatulistiwa
Terhampar permadani hijau sejauh mata memandang
Pohon menjulang tinggi sejauh kaki melangkah
Embun menetes dari daun segar
Dibiarkannya tanah meresapnya

Riak sungai dan sepoi angin menjelma jadi alunan musikmu
Ilalang menari rayakan suka cita
Dibalik kabut, jingga muncul pancarkan sinarnya
Sungguh, pagi yang syahdu

Kini, tak ada lagi bentangan permadani hijau
Kotaku menjelma jadi wahana dan istana megah
Obsesimu melangit tuk jadi primadona
Deru dan bising mengiringi hari-harimu

Sore itu, hujan mengadu pada langit
Ditumpahkannya keluh kesahnya
Marah pada tangan-tangan tak bertanggung jawab
Malam makin mencekam, hujan di luar makin menderas
Lumpur, batu, dan kayu bergejolak
Hanya jeritan dan hiruk pikuk manusia yang terdengar
Istana dan menara berbaur dengan tanah

Alam telah murka
Karena rimba telah kau jamah
Hutan belukar telah kau bakar
Pohon telah kau tebang
Kini dia enggan bersahabat denganmu

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline