Hari-hari berlalu riang. Sinar matahari pagi, siang dan senja bersahabat dengan hewan, tanaman juga orang-orang. Hujan pun, katak mengiung dan bunga padi menghiasi sawah-sawah petani. Tapi, Anjani seperti sawang di dalam kamar remang. Satu bulan sudah dia hanya berdiam diri di dalam apartemen. Rutinitasnya sekadar makan, minum dan tidur. Dia malas mandi dan hanya sesekali gosok gigi. Rambutnya yang lecek dan wajahnya yang terlihat lengket memburamkan cantik bangir hidung mancung dan kulit langsat cinanya.
"Entahlah. Sejak diajak photographer dari singaparah, dia tak pernah keluar dari kamar kecuali untuk mengambil pesanan makanan," kata Sutikno, orang yang kamar apartementnya terletak persis di depan kamar Anjani.
Anjani adalah salah satu korban industri video porno yang penayangannya di wilayah eropa. Dia tertipu. Sebelum virginnya terampas, dia menerima telpon, email dan pesan whatss app.
"Saya Alfonso. Photograper majalah dewasa. Kecantikan dan kemolekan tubuhmu sangat saya butuhkan sebagai cover dan iklan bikini terbaru rancangan desainer terbaik Jerman. Apa Anda berkenan menandatangani kontrak kerja selama satu minggu?"
Perempuan yang merantau ke kota untuk menafkahi keluarga di kampung itu tak pikir-pikir. Sudah lebih dari 50 pemotretan di dalam negeri ia jajal. Honornya jauh lebih rendah dari tawaran barunya itu.
Berkemaslah dia malam itu. Merapihkan baju dan segala keperluan. Pukul 08.00, pesawat sudah menunggunya untuk terbang ke negeri orang demi uang untuk mama papa di kampung halaman.
"Saya sungguh tidak menyangka. Pria tampan yang tinggi besar dan sopan pada awal bertemu justru menikam nurani ini," katanya terisak seraya menggeramat rambut lusuhnya.
Menurutnya, setelah masuk kamar hotel berbintang paling tinggi, dia langsung dibayar 200 juta. Itu sebagai pembayaran kontrak.
"Di dalam kamar sudah lengkap semua peralatan. Tapi, tidak seperti pemotretan. Di sana ada 7 crew. Seperti ingin produksi film. Sedangkan pengalaman saya sebagai model, dalam tiap sesi, paling-paling hanya 1-2 kamera. Tanpa peralatan sound. Tapi, siang itu, aku merasa janggal sekali,"
Anjani menjelaskan, dia sempat mengembalikan uang kontrak dan izin kembali pulang ke negerinya. Dia beralasan ada keluarga yang sakit. Tapi, Alfonso menarik tangannya dan melemparnya hingga jauh dari pintu hotel.
"Alfonso mengunci pintu. Aku hanya bisa menangis dan sesekali menjerit minta tolong. Tapi, hotel itu penuh peredam,"