Lihat ke Halaman Asli

Alfa Riezie

Pengarang yang suka ihi uhu

Andai Telunjukku Menyentuh Bibir Merah yang Cantik

Diperbarui: 10 Januari 2021   14:50

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Image By Muhammad Alfariezie

Sungguh tak asyik menonton drama cinta tanpa teman perempuan. Tangan ini hanya memasukkan pop corn ke dalam mulut sendiri. Andai saja ada perempuan maka jari telunjukku akan basah karena menyentuh bibir merah seorang cantik dan tersayang.

"Kekasih. Ke manakah mesti mencari hingga di tempat ini aku tidak lagi seperti bangku kosong. Seperti sapi ompong yang kesepian dalam film. Hanya sesekali melongok, kemudian makan rumput padahal di depannya ada sepasang angsa yang lehernya membentuk cinta."

Film yang kutonton sangat romantis sehingga iri nian diri ini kepada dua lelaki dan perempuan yang duduk di depanku. Tangan si lelaki-lelaki itu menggenggam jari-jemari kekasihnya. Sedangkan perempuan-perempuan itu bersandar manja di bahu orang yang membuatnya tenang.

"Aku hanya pelayan yang sedang menyaksikan pangeran dan ratu bermesraan. Percuma kaki ini melangkah di atas karpet merah dan percuma bokong ini duduk di kursi yang empuk dan percuma segelas bir tanpa alkohol ini yang gelasnya baru saja kuletakkan. Mereka fokus menonton adegan per adegan dari film. Sedangkan mata ini memang ke layar tapi bayangku diarahkan pikiran yang kacau."

Sekilas pandang, aku menyaksikan film ini dirangkai oleh tim yang memiliki tingkat kecerdasan luar biasa. Efek dan perpindahan peradegan serta peran yang dimainkan aktor dan aktrisnya benar-benar seperti kehidupan nyata. Air mata kakek dan nenek hingga membasahi pipinya yang terlihat sedikit telah mengeriput.

"Tuhan. Maafkan segala kesombongan kata-kata dari bibir ini yang pernah berujar kalau bercinta hanya menyesakkan dada. Hanya cinta yang mampu membuat film ini hingga ditonton puluhan orang dalam waktu bersamaan. Pasti pembuat film ini tak henti-henti mengorbankan tenaga dan pikiran agar yang menonton mendapat suatu inspirasi."

Sesal terus menghantuiku hingga ke dalam toilet setelah film usai dan orang-orang kembali pulang. Sesal seperti debu yang menempel di dinding, langit-langit hingga rambutku. Bagai berbisik-bisik dan meledek-ledek.

2020

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline