Di zaman ini mulai banyak khalayak muda yang sudah mulai melakukan investasi, hal ini dikarenakan meningkatnya pengguna media sosial dan bertumbuhnya literasi tentang manajemen keuangan. Iklim investasi masyarakat di Indonesia kian bertumbuh sekalipun diterjang pandemi Covid-19. Melalui kondisi pandemi, masyarakat justru disadarkan akan pentingnya memiliki dana cadangan yang salah satunya disalurkan melalui berbagai macam jenis investasi.
Menurut data dari PT. Kustodian Sentral Efek Indonesia - data statistik (KSEI) pada bulan agustus 2023 terdapat 11.541.562 juta investor individu dan didalamnya terbagi dalam beberapa kelompok dengan total aset sebanyak : sma dan dibawahnya sebanyak 209,22 T, D3 sebanyak 47,48 T, dan S1 sebanyak 668,93. Berdasarkan data pada usia 30 dan dibawahnya aset yang dimiliki sebesar 50,51 T.
Pada data yang telah ditunjukkan investasi yang dilakukan oleh kaum muda kini kian meningkat, hal ini merupakan pertanda baik bahwa pemuda zaman sekarang kian cerdas dalam mengelola keuangan.
Namun yang perlu diperhatikan adalah rasa ingin cepat kaya para investor-investor muda tersebut. Jika tidak diperhatikan dan diberi pemahaman lebih tentang investasi yang benar, bukan tak mungkin jika para investor muda itu tergesa-gesa saat mengambil keputusan untuk berinvestasi, misalnya terjerumus investasi bodong. Investasi bodong merupakan investasi ilegal, atau investasi yang sebenarnya tidak pernah ada. Alih-alih mendapatkan keuntungan, terjerumus pada investasi bodong justru akan sangat merugikan.
Pada tahun 1828, Javasche Bank atau Bank Jawa didirikan sebagai bank sirkulasi yang mengawasi dan mendistribusikan mata uang pada masa penjajahan. Bank Jawa berperan sebagai bank penerbit mata uang dan mempertahankan nilai tukar resmi antara mata uang Indonesia dan Belanda. Selain itu, bank-bank desa seperti Bank Nagari dan Bank Marga mulai muncul di Sumatra dan Bengkulu pada awal abad ke-20. Pertumbuhan perbankan di Indonesia mencapai 98 bank pada tahun 1929 setelah Sistem Tanam Paksa berakhir.
Pasca-Sistem Tanam Paksa, potensi ekonomi di negeri jajahan meningkat, terutama dalam sektor perkebunan di daerah luar Pulau Jawa. Perusahaan asing mulai menanam modal di sektor ini dan seiring waktu, sektor tambang, perbankan, dan perdagangan juga mulai berkembang.
Pada tahun 1900, Bursa Efek menjadi salah satu kegiatan ekonomi penting di Hindia Belanda. Ini adalah tempat di mana pemilik modal bertemu untuk jual-beli surat berharga seperti saham, obligasi, dan surat gadai. Pendirian Bursa Efek memberikan tambahan sumber pembiayaan untuk perusahaan perkebunan yang sedang berkembang di Hindia Belanda. Bursa efek di Indonesia tumbuh menjadi jaringan transaksi internasional, melibatkan perusahaan Belanda dan asing.
Namun, pada Perang Dunia II, kegiatan bursa efek di Indonesia terhenti pada 10 Mei 1940 setelah 28 tahun beroperasi. Pada saat penutupan, terdapat sekitar 107 perusahaan swasta di bidang bursa efek dengan nilai modal mencapai 183,03 juta gulden.
Pembahasan ini juga berkaitan tentang investasi di kalangan pemuda dan teori Dilthey terletak pada pemahaman tentang perubahan budaya dan perilaku manusia sepanjang waktu.
Dalam konteks investasi pemuda, pemikiran Dilthey dapat digunakan untuk memahami pergeseran budaya dan pola pikir generasi muda terkait dengan keuangan dan investasi. Dilthey menekankan pentingnya memahami konteks sejarah dan pengalaman manusia untuk memahami pola pikir mereka.
Pemuda yang semakin sadar akan investasi dan manajemen keuangan dapat dilihat sebagai bagian dari perubahan budaya yang mungkin dapat dipahami menggunakan pendekatan hermeneutika Dilthey. Perubahan ini mencerminkan adaptasi generasi muda terhadap lingkungan ekonomi dan informasi yang terus berkembang.