Lihat ke Halaman Asli

ALFAREJA SANGAJI

Mahasiswa Sekolah Tinggi Agama Islam Babussalam Sula, Maluku Utara

Ketuhanan yang Maha Esa, Sentimen Agama, dan Media Sosial

Diperbarui: 19 Juli 2022   02:03

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Hendaknya Negara Indonesia satu Negara yang bertuhan..!!

Bukan saja bangsa Indonesia bertuhan, tetapi masing-masing orang Indonesia hendaknya bertuhan, Tuhannya sendiri. Hendaknya negara Indonesia ialah negara yang tiap-tiap orangnya dapat menyembah Tuhannya dengan cara yang leluasa. Bertuhan secara kebudayaan tanpa "egoisme agama". Bung Karno. 

Apa yang kemudian disampaikan oleh Bung Karno, pada Pidato Lahirnya Pancasila yang ia tawarkan sebagai Dasar Negara pada sidang BPUPKI 1 Juni 1945, pada prinsipnya telah jelas-benderang, bahwa kemudian kebebasan dan kesetaraan tiap-tiap umat beragama yang ada di Indonesia berhak menjalankan ibadat serta keyakinan sesuai ajarannya masing-masing dengan tidak mencampuri agama-agama yang lain, apalagi sampai memunculkan sentimen antar umat beragama. 

Bahwa proses inipun merupakan suatu kristalisasi dan juga sintesis dari perjalanan dan perjuangan panjang bangsa Indonesia, yang semestinya harus dijaga, serta dikembangkan dan di dilestarikan. Namun untuk dapat memahami makna yang terkandung di dalamnya tidak bisa dengan melepas-pisahkan dari sejarah perjalanan bangsa.

Polemik sentimen agama yang kemudian terjadi saat ini, kita seperti hendak kembali ingin menghadirkan gejolak baru, membuka kran pertikaian-pertikaian masa lalu, yang hanya akan memunculkan konflik dalam hidup berbangsa dan bernegara. 

Sebab hal ini telah terselesaikan dengan ikhtikad baik para pendiri bangsa, sebagaimana Bung Karno sampaikan dalam pidatonya untuk menjawab pertikaian golongan di masa sidang-sidang tersebut yakni mencari "persetujuan paham" yang dikehendaki bersama. 

Semestinya nilai-nilai dalam hidup berbangsa yang telah diwariskan oleh para pendiri, budaya dan warisan bangsa, harusnya dijaga, dilestarikan demi ketentraman dan keutuhan hidup bernegara. Hal ini dibutuhkan kesadaran yang tinggi semua elemen bangsa sangatlah penting, baik masyarakat, kelompok sosial dan elemen penyelenggara negara.

Belum lagi dengan kemajuan teknologi, yang telah membuka ruang serta menghubungkan interaksi masyarakat diberbagai wilayah yang ada di Indonesia, dengan demikian sangatlah cepat informasi dapat di ketahui dan di konsumsi oleh masyarakat yang berbeda rumpun maupun wilayah. 

Tentu, hal ini sangatlah baik, karena menyediakan satu ruang untuk masyarakat diberbagai wilayah yang berbeda saling berinteraksi, berdiskusi, bertukar pikiran serta melahirkan wacana baru kemajuan. 

Namun hal ini juga tidak dikelola dengan baik, maka akan melahirkan dampak negatif tersendiri, lebih lagi kala penyajian sentimen negatif dalam narasi egoisme agama, saling menjelek-jelekkan menghina agama yang satu dengan yang lain, terlebih sangat tidak logis ketika kemudian hal ini datang dari kalangan intelektual di media-media sosial.

Apalagi hari ini, media sosial tengah ramai diisi dan dibuat kisruh dengan membanjirnya fake account lewat penyajian sentimen agama, penghinaan, yang sengaja memompa emosional publik untuk menciptakan konflik antar umat beragama oleh oknum maupun kelompok dengan tidak bertanggung jawab, lebih fatal lagi di manfaatkan oleh elit-elit berkepentingan dengan tanpa memikirkan dan melihat konflik yang akan terjadi, dan hal ini tanpa kita sadari, telah mengikis sedikit demi sedikit serta mereduksi nilai-nilai hidup bangsa, dalam segi keharmonisan dan kerukunan umat beragama.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline