"POV (point of view) atau Sudut pandang ada 3: orang pertama, orang kedua dan orang ketiga"
Yak, kali ini kita akan membahas sesuatu yang agak klise. Ide menulis artikel ini karena dahulu kala, di suatu hari yang cerah agak mendung, saya pernah terkejut dengan sebuah topik yang muncul tentang arti/terjemahan/makna POV yang salah kaprah di sebuah grup komunitas menulis.
Saya selaku penulis yang sering berkorban mata untuk begadang menulis novel untuk dikirimkan lomba, dengan tambahan tantangan rasa sakit yang dimbul di bagian tubuh yang biasa digunakan untuk duduk, dan hasil akhir yang tidak memuaskan pasti merasa terpicu oleh kesalahkaprahan yang mereka buat dan ternyata pendukungnya sebanyak orang yang merasa benar seperti saya.
Baiklah lupakan saja curhat saya di atas, karena saya hanya ingin memberikan gambaran/deskripsi tentang bagaimana aplikasi sudut pandang orang pertama.
Baca juga :"Akulah Si Overthinking", POV: Ketika Overthinking Berbicara
Secara singkat, padat, dan jelas, POV dalam bahasa Indonesia berarti sudut pandang, dah titik. Jika ingin penjabaran yang panjang, maka saya akan bertanya kepada kalian tentang unsur intrinsik cerita/kisah/dongeng yang sering dibahas di SMP/sederajat.
Jika kalian lupa, silakan buka buku catatan pelajaran bahasa Indonesia kelas berapa pun. Jika kalian malas membuka buku, maka kalian bisa menggunakan mesin pencari. Jika kalian adalah kaum rebahan tingkat ahli, maka keputusan untuk membaca artikel ini adalah sangat tepat sekali.
Iya, saya tau kalau ini hiperbola dan mungkin juga termasuk redundansi. Nggak tau hiperbola dan redundansi? Tunggu jangan searching dulu. Biar saya yang buat artikelnya dan kalian baca artikel saya yang lain.
Baiklah. Sudut pandang termasuk salah satu dari unsur intrinsik suatu cerita. Jadi sudut pandang itu udah pasti ada dalam sebuah cerita. Lupakan soal penggunaan sudut pandang yang salah, pokoknya pasti ada! Maaf masih kebawa suasana debat soal makna POV yang sebenernya udah lama banget.
Sudut pandang di sini bukan bermakna dari sudut mana kita membaca cerita, apakah kita harus menempatkan buku di sekitar 90 derajat selsius atau kita harus membaca dengan sudut 180 derajat fahrenheit, akan tetapi dari mata mana sang penulis/pendongeng menulis/menyampaikan cerita tersebut.