"Saya Bersama Banser"
"Bubarkan Banser"
Ya, kedua statement tersebut sedang menghantui jagad sosial media kita. Siapapun pengguna sosmed, sontak ikut meramaikan salah satu di antara kedua statement yang bersebrangan tersebut. Seolah bangsa kita, terutama umat Islam Indonesia terbelah menjadi dua, karena perbedaan pandangan ataupun tergantung siapa yang diikuti.
Hal ini tentu sudah sering terjadi akhir-akhir ini. Kebetulan pula, sekarang negeri kita sedang memasuki tahun politik, sehingga hampir semua yang terjadi di negeri ini dipolitisasi.
Kekeruhan yang terjadi ini adalah asap yang harus sama-sama kita ketahui apinya. Karena tidak ada asap tanpa api. Berbicara mengenai api berarti kita harus membahas sebab kejadiannya. Sebagaimana yang say a baca dari berbagai sumber berita, kejadian tersebut bermula saat adanya seseorang yang berinisial U tiba-tiba mengibarkan bendera bertuliskan lafadz Tauhid (bendera HTI) pada akhir upacara peringatan Hari Santri di Garut, Jawa Barat.
Pengibar bendera tersebut pun langsung didatangi beberapa anggota Banser yang berjaga-jaga. Dia didatangi karena melanggar peraturan upacara, yang menyatakan pelarangan membawa bendera apapun selain Merah Putih.
Pria yang diketahui berusia 34 tahun tersebut sempat diajak berkomunikasi beberapa saat dengan Banser. Setelah itu, dia disuruh meninggalkan bendera tersebut, ringkasnya bendera tersebut disita Banser.
Setelah upacara berakhir, ada 3 orang Banser yang membakar bendera tersebut dengan korek api dan beberapa lembar kertas. Ironisnya, proses pembakaran tersebut diabadikan oleh beberapa orang, termasuk dari pihak Banser sendiri. Tak berhenti disitu, proses pembakaran itupun diviralkan melalui media sosial.
Denga viralnya video tersebut, berbagai respon pun dilontarkan banyak pihak. Terutama banyak dari para tokoh agama yang ikut merespon kejadian tersebut dari sudut pandang keislaman dan sudut pandang lainnya. Ada beberapa Ulama yang membenarkan pembakaran tersebut, dengan diperkuat beberapa dalil-dalil keislaman.
Di sisi lain ada juga beberapa ulama yang menentang pembakaran tersebut, tentunya juga dengan menyandarkan pada dalil-dalil keislaman. Tapi, ada juga beberapa ulama yang berusaha menjadi penengah dalam permasalahan ini.
Baiklah, terlepas dari berbagai respon yang saling bersebrangan tersebut. Sekarang yang terpenting adalah bagaimana kita menyikapi kejadian ini. Penulis akan memberikan sebuah jalan keluar bagi para pembaca berdasarkan hasil eksperimen sederhana saya, melalui media sosial dan data-data yang ada.