Lihat ke Halaman Asli

Nglenggono, semeleh, semende

Diperbarui: 25 Juni 2015   04:24

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

.....................................................................................

Maaf, bukan maksud untuk menyindir ataupun menghakimi. Tapi sebenarnya jujurkah kita apabila di beri pertanyaan : " Apakah anda orang baik?" Tentunya sebagai 'orang lumrah' dengan adanya pertanyaan itu lantas saja timbul rasa aneh. Nah itu dia. Bukannya merasa diri atau bahasa jawanya 'Ngrumangsani' tetapi malah rasa curiga yang ada, plus ego yang superrrrr tinggi. Padahal duluuu jauh sebelum negara ini ada para waskita sudah sering memberi wewarah / ajaran agar senantiasa menjauhi 'ngugemi penemune dhewe' (hanya berpegang pada pengetahuannya saja ), ngendel-ngendelake penemune dhewe ( mengandalkan pengetahuannya saja ), ngendel-ngendelake wicarane dwhewe ( mengandalkan pintarnya bicara saja ). Coba kita bayangkan seandainya saja..ya seandainya saja semua orang bisa ngrumangsani dirinya. Apa yang terjadi? Tentunya tidak ada itu yang namanya 'pertikaian antara burung emprit dengan burung hantu'.

Lho...kok bisa..?

Saudaraku kompasioner tercinta,

Syahdan ada seekor burung emprit bertemu dengan burung hantu. Setelah berbicara ( anggap saja bisa bicara ) demikian lama, maka sampailah topik pembicaraan pada kemampuan melihat. Yang pertama berbicara dan mengeluarkan pendapat adalah si burung hantu. Kata si burung hantu, " He...emprit, kamu tahu tidak? Sebenarnya  semua burung itu sama saja dengan apa yang dilihatnya. Yang ada hanyalah kegelapan di dunia ini. Itu karena demikianlah yang aku alami dari aku lahir. Aku burung, kamu pun burung tentunya sama saja bukan?" Si burung emprit berniat menjawab dan mengeluarkan argumennya, tetapi dia sangat maklum dengan kemampuan si burung hantu yang hanya bisa melihat kegelapan malam. Apalagi saat itu malam hari. Otaknya yang cerdas berpikir cepat. Menentang berarti mati, karena empritpun faham perangai si burung hantu. Akhirnya si burung emprit menjawab, " Oh sahabatku burung hantu, Betul sekali apa yang kau katakan pada malam hari ini. Dan pada malam hari ini aku menjadi saksi atas ucapanmu.

Saudaraku kompasioner tercinta,

Demikianlah yang terjadi. Bila sekali lagi kita jujur, dalam kehidupan sehari-hari sebagai emprit atau sebagai burung hantukah kita dalam berkehidupan di dunia ini? Tentunya jawaban ada pada hati kita masing-masing. Senatiasa Nglenggono, semeleh, semende.

........................................................................................................

Bhaktiku pada guruku

Jogja, 4 Juni 2012




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline