Lihat ke Halaman Asli

Kebiasaan Kecil yang Melukai Hati di Hari Fitri

Diperbarui: 24 Juni 2015   09:35

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hari Raya Idul Fitri sudah menjelang, meninggalkan bulan Ramadhan yang penuh berkah. Sebagian besar muslim, di Indonesia khususnya, sepertinya mulai lebih banyak menyiapkan diri untuk merayakan hari kemenangan itu. Prosesi mudik, dengan segala gegap-gempitanya adalah salah satu contohnya. Begitu juga dengan menggeliatnya pasar yang dibanjiri para pembeli yang berbelanja untuk persiapan Idul Fitri juga merupakan gambaran beralihnya fokus dari Ramadhan ke bulan Syawal.

Tradisi kita memang melekatkan aktifitas berkumpul, bersilaturahmi dan bermaaf-maafan saat Idul Fitri tiba. Maka menjadi hal yang tidak mengherankan jika aktifitas mudik yang begitu berat dan melelahkan tetap dijalani untuk melestarikan tradisi tersebut. Sayangnya beratnya prosesi mudik itu kadang tidak mendapatkan apresiasi yang setimpal, justru malah menimbulkan luka baru di hati saat masa bermaaf-maafan tiba. Dan justru hanyalah hal-hal kecil saja, yang sering tidak kita sadari, yang membuat luka hati itu.

Contoh sederhanya adalah saat kita menanyakan sesuatu yang bersifat pribadi di depan forum silaturahmi itu. Seperti saat kita bertanya kepada sseorang yang telah cukup umur namun belum menikah atau jomblo, apalagi dengan nada yang agak meremehkan untuk memancing tawa khalayak, tentunya akan sangat menyiksa dan melukai hati orang yang ditanyai. Hal serupa mungkin juga akan melukai satu pasangan yang belum dikaruniani anak, saat ditanya mengapa mereka belum juga mendapat momongan.

Parahnya lagi jika pertanyaan-pertanyaan yang dilontarkan saat banyak orang hadir terkait dengan profesi dan materi yang mereka punya. Apalagi jika sampai kita membanding-bandingkan pencapaian, terutama tentang soal materi, yang didapat masing-masing orang. Bagi mereka yang termasuk sukses dalam urusan materi, mungkin bukan menjadi masalah. Sebaliknya bagi mereka yang untuk mudik pun harus menabung bertahun-tahun tentu saj perlakuan seperti ini akan sangat menyakitkan.

Lain soal jika hal-hal pribadi seperti itu ditanyakan benar-benar secara pribadi, dan lebih baik lagi jika bukan hanya sekedar menjadi pertanyaan namun sekaligus memberikan solusi untuk masalah yang dihadapi. Dengan cara ini besar kemungkinan silaturahmi yang ada akan bertambah erat dan malah menambah rasa persaudaraan, sekaligus menambah amalan ibadah kita selepas bulan Ramadhan.

Ada pepatah lama yang berbunyi “mulutmu harimaumu”. Dan sampai kapanpun makna ungkapan itu benar adanya. Maka tak ada salahnya kita lebih berhati-hati dalam berucap, agar tak ada perkataan kita, terutama di Hari Raya Idul Fitri, justru memicu sakit hati atau kebencian karena silap lidah kita.

Salam

Teriring Ucapan Selamat Idul Fitri, mohon maaf untuk segala tulisan dan komentar yang melukai hati Anda

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline