Lihat ke Halaman Asli

Pembabakan Dunia Kopi

Diperbarui: 11 Oktober 2021   09:50

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Kopi sudah lama digemari oleh masyarakat Indonesia, dari ujung barat sampai ujung timur. Bukan hanya digemari, kopi bahkan sampai kepada tingkat 'digandrungi' yang membuat sebagian orang tidak bisa hidup tanpa kopi. Minimal, ia merasa harinya kurang bersemangat kalau belum ngopi di hari itu.

Penyuka kopi juga bisa dibilang dari semua kalangan dan tidak memandang strata sosial, baik itu yang kaya ataupun ekonomi menengah ke bawah. Demikian juga dari segi usia. Penyuka kopi bisa dari berbagai macam usia, kecuali tentu saja usia batita. Kopi juga tidak pandang gender. Baik laki-laki maupun perempuan semuanya setara dan bisa saja dibuat suka kopi. Kaum feminis senang mendengar ini.

Mengetahui hal tersebut, rasanya kurang afdol kalau kita tidak berkenalan lebih lanjut tentang minuman surgawi ini. Apalagi, pembahasan tentang kopi mulai menjadi menarik belakangan ini. 

Salah satu pembahasan tentang kopi yang menarik adalah tentang pembabakannya. Yaitu tentang bagaimana dunia kopi secara industri dibagi ke dalam tiga gelombang.

Gelombang kopi menjadi suatu pertanda akan era pada suatu industri kopi. Sampai sejauh ini, ada tiga  gelombang besar dalam dunia kopi, yang masing-masing memiliki ciri yang menandai gelombang tersebut. 

Bahkan setelah dipelajari lebih lanjut, ternyata kopi bukan hanya berkembang sebagai suatu instrument industri saja, tapi juga mempengaruhi budaya, atau paling tidak gaya hidup para penikmatnya.

First wave coffee

Gelombang kopi yang pertama, atau dalam bahasa Inggris disebut first wave coffee mulai diawali pada sekitar tahun 1800-an. Gelombang kopi yang pertama ini ditandai dengan produksi kopi secara besar-besaran dan massif dari pelaku industrinya. 

Produksi kopi secara massif dan besar-besaran ini rupaya tidak dibarengi dengan perhatian akan kualitas kopi, sehingga rasa kopi yang dihasilkan biasa saja bahkan cenderung ke arah buruk.

Pola industri pada era gelombang kopi yang pertama ini lebih menekankan pada kuantitas alih-alih kualitas sehingga masyarakat tidak bisa berharap banyak untuk rasanya. 

Kita tidak bisa menganggap ini hal yang buruk karena jika dilihat dari kacamata pelakunya, pola industri sangat menguntungkan. Tapi jika dilihat dari kacamata etika, tentu hal ini kurang baik karena hanya mengedepankan cuan, cuan dan cuan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline