Koneksi internet yang cepat dan tidak mengeluarkan uang alias gratis menjadi alasan mengapa warganet memilih menggunakan jaringan WiFi daripada jaringan internet pribadi.
Namun, jaringan internet yang disediakan untuk umum nyatanya lebih rentan terhadap serangan siber walaupun dengan semua keunggulan yang ditawarkan.
Data Dimension Indonesia menyatakan sekitar 20 persen serangan siber yang menimpa Asia Pasifik berasal dari server Amerika Serikat.
Meski demikian, bukan berarti para peretas tersebut adalah warga AS. Selain server AS, para peretas juga menggunakan server China.
Laporan Dimension Data menyatakan Jepang berada di posisi ketiga, Thailand di posisi keempat, dan Belanda berada di posisi kelima sebagai negara penyedia server dalam serangan siber yang terjadi di Asia Pasifik.
Alasan mengapa server AS kerap digunakan dalam serangan siber lantaran banyaknya sumber daya berupa penyedia data center, memiliki kecepatan internet di atas rata-rata, serta kabel fiber optik yang memadai.
Jika dilihat dari sisi perusahaan sebagai penyedia jaringan internet, riset Kaspersky Lab mengungkapkan tidak semua perusahaan menggunakan kata sandi yang kompleks untuk jaringan nirkabel yang dimiliki.
Kata sandi yang rumit membutuhkan waktu panjang dibandingkan kata sandi yang sederhana sehingga mampu diretas dalam beberapa detik saja.
Sebagai langkah preventif terhadap serangan siber, beberapa perusahaan sudah memberlakukan jaringan WiFi yang berbeda antara karyawan dan tamu. Hal ini untuk mencegah para tamu mengakses jaringan privasi infrastruktur perusahaan.
Selain itu, terdapat potensi ancaman lainnya yang mampu merugikan perusahaan dari segi keamanan siber.
Kaspersky Lab juga mengungkapkan bahwa sebanyak 33 persen mantan pegawai suatu perusahaan masih memiliki akses terhadap data perusahaan.