(Gambar: pixabay.com)
Aku membuka mataku perlahan.
Aswan… Aswan…
Aku tidak tahu ini dimana…
Suara yang kukenal memanggil-manggil namaku. Aku melihatnya… Ibu nampak senang sekali saat melihatku terbangun. Aku masih bisa melihat guratan merah di bawah matanya, yang menunjukkan bahwa ia banyak menangis sebelumnya.
Aku memalingkan wajahku ke arah kananku. Di sana ada wanita cantik yang akan kunikahi. Ia nampak sangat sedih, tak henti-hentinya ia mengguncang-guncang tubuhku. Memanggil namaku berkali-kali dengan penuh pilu di seluruh matanya.
Aku ingin sekali memeluk mereka berdua. Tapi, aku tak mampu. Sekujur tubuhku terasa begitu panas dan tak bisa digerakkan sepenuhnya. Perban-perban putih nampak membalut sekujur tubuhku yang penuh dengan luka. Ah iya… aku tersambar petir beberapa saat yang lalu.
“Bu.. I… bu…”
“A.. ir…” pintaku memelas kepada Ibu sambil menunjuk gelas yang ada di meja.
Fina segera meloncat dari kursinya dan segera mengambilkan segelas air untukku. Diberikannya gelas itu kepada Ibu. Ibu pun memasukkan sedotan ke dalam gelas itu dan membantuku untuk meminumnya.
Aku meminumnya seteguk. Kemudian seteguk lagi. Namun sesaat kemudian menyemburkannya kembali. Dadaku tiba-tiba sangat sesak dan sakit sekali. Tubuhku pun lalu bergejolak hebat karena kesakitan yang kurasakan.