Lihat ke Halaman Asli

Langit

Diperbarui: 15 Februari 2016   21:24

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Aku sangat menyukai memandang langit, kawan. Terutama saat aku merebahkan tubuhku di atas ilalang. Memandangnya luas mengangga dan menyadarkan betapa kecilnya diri seorang manusia.

Aku sangat menyukai merasakan angin, kawan. Terutama saat aku berada di tengah padang rumput panjang. Merasakan tiap belai tubuhku, lembut tergelitik olehnya.

Dan…

Aku sangat menyukai hujan, kawan. Terutama ketika hatiku memendungkan diri terjembab dalam luka dan sepi. Menyembunyikan lelehan air mata yang tak kuasa memandang setiap cobaan yang datang.

Kadang, aku ingin menjadi seperti langit kawan. Ia senantiasa bertegak utuh disana, menyaksikan gerak laku manusia di bawahnya. Ia tak pernah berubah. Selalu setia dengan kuning di paginya, biru di siangnya, jingga di senjanya dan hitam di malamnya. Selalu itu dan tak pernah berubah.

Aku… kadang menginginkan agar semuanya tetap sama. Berjalan di atas roda yang sama, melintasi jalan yang sama dan mengulanginya berkali-kali. Tapi… itu tidak mungkin kawan. Perubahan adalah sebuah keniscayaan yang tak mungkin dapat terubahkan. Setiap detik dan menit yang tergulir, menumbuhkan biji perubahan yang baru di setiap sudut bumi ini.

Ya.. kawan.. Semua terkadang harus berubah. Demi menjemput sebuah janji masa yang lebih indah di depannya. Maka… biarkanlah langit tetap sendiri di atas. Menyaksikan perubahan gerak laku manusia di setiap harinya.

***

-good nite all-

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline