Lihat ke Halaman Asli

Pendekar Saham

Pengamat Sosial, Politik, Pendidikan, Teknologi

Pentingnya Tetap Melakukan Diversifikasi Asset

Diperbarui: 25 Juni 2015   03:08

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pentingkah diversifikasi asset, mengapa harus didiversifikasi? Tulisan ini saya buat kembali, karena beberapa kali dalam berbagai kesempatan, banyak peserta yang bertanya kepada saya, "Jadi yang bagus itu taruhnya di mana Pak?". Tentu saja ini bukan pertanyaan yang mudah, karena setiap orang memiliki kebutuhan yang berbeda-beda, walaupun semuanya menginginkan sejahtera secara finansial dan juga lahir bathin.

Sejatinya, ada pepatah "Don't put all your eggs on one basket". Pepatah itu ada benarnya, dan terbukti lebih sering benar ketimbang salah. Peristiwa krisis global tahun 2008 yang lalu, telah memberikan pelajaran mengenai pentingnya kita melakukan diversifikasi asset secara terencana dan benar.  Ada kalanya kita sering tidak menyadari, ketamakanlah yang sering membuat kita bangkrut atau rugi besar.

Mungkin masih ada yang ingat, ketika semua orang berlomba-lomba membeli saham x, justru diam-diam banyak yang melepas saham tersebut. Ketika itu, bahkan sampai banyak perusahaan manajemen investasi asing yang terkecoh dan menderita rugi besar. Dengan harga saham mendekati 9000 rupiah, sementara nilai convertible bonds nya hanya dihargai seharga 3000 rupiah, tentu adalah suatu kegilaan jika masih bertahan dengan portfolio asset mayoritas di saham x tersebut hanya demi mengejar "prestasi" sebagai pengelola asset manajemen terbaik dan bisa menjaring investor lebih banyak.

Saat itu, banyak orang yang lupa, setinggi-tingginya harga saham, suatu saat bisa jatuh untuk melakukan penyesuaian harga. Pada saat itu, bahkan banyak orang yang bertaruh dengan segala kekayaan yang dimilikinya untuk membeli saham tertentu itu. Ada juga yang membeli reksadana saham sebanyak-banyaknya yang terlihat sedang kemilau, tanpa memperhitungkan kenaikan bursa saham sudah tidak lagi wajar dan memasuki tahap bubble.

Tahun 2007 bulan November, saat IHSG memasuki fase tertingginya di harga 2700-2800, banyak analisis yang masih berteriak-teriak bursa akan terbang ke 3000 - 3500. Padahal pada awal tahun 2007, masih ada analisis yang berkata nilai wajar bursa kita saat itu di harga 2500. Deviasi 200 angka indeks, tentu saja sebenarnya bukan masalah, namun jika di dominasi oleh saham-saham tertentu saja, tentu saja menjadi sangat berbahaya, apalagi jika nilainya sudah tidak wajar.

Sementara, ada banyak instrumen lain yang masih menawarkan potensi keuntungan di luar saham, meski tidak sebaik kinerja saham. Namun orang seringkali silap mata, dan cenderung mengabaikan prinsip prudent (kehati-hatian) saat berinvestasi. Padahal, dalam dunia investasi, selain faktor kinerja, faktor kehati-hatian juga memiliki peranan penting yang tidak boleh diabaikan. Banyak orang pada saat itu (tahun 2008) yang mengabaikan pentingnya memegang uang cash dalam jumlah cukup. Akibatnya, ketika ramai-ramai terkena force sell (likuidasi/penjualan paksa karena bermain dengan margin/modal pinjaman) banyak yang langsung bangkrut, bahkan tidak sedikit yang bunuh diri ataupun stress dan sakit.

Ketika awal tahun banyak analisis berpendapat indeks bisa menembus batas 4600, saya hanya terdiam saja, ya mungkin-mungkin saja bisa. Tapi sebaiknya gunakan akal sehat saja, dengan belum beresnya krisis Eropa, Amerika, ditambah Jepang, apa iya kita masih bisa terbang tembus ke awan? Berapa sih banyaknya modal orang lokal? Meskipun ramai-ramai menaruh uangnya di pasar modal, kalau porsi asing justru berkurang tentu yang terjadi bursa akan mandek.

Sementara di lain pihak, banyak para spekulan maupun penipu gencar menawarkan investasi emas dari mulut ke mulut bahkan sampai hunting nomer telefon rumah lewat jual beli data secara rahasia entah dengan pihak mana. Padahal justru sekarang harga emas terkoreksi cukup dalam, meski masih ada peluang naik lagi.

Ada kalanya, kita harus waras, eling, dan mawas diri. Kadang-kadang, bayangan keuntungan di depan mata, justru menjadi penyebab kita jatuh ke dalam jurang kemiskinan dan menjadi korban penipuan investasi bodong. Ada baiknya, kita tidak menaruh semua uang di instrumen investasi yang berisiko, jika terpaksa taruhlah hanya sebagian kecil saja. Lebih baik mencicil pembelian instrumen investasi secara teratur, ketimbang menaruh semua uang hanya di satu produk investasi saja.

Sisakan selalu uang anda dalam bentuk cash, setidaknya untuk biaya hidup enam bulan ke depan (jika anda masih aktif bekerja dan berada di usia produktif). Jangan pula anda menjudikan masa depan anda di produk-produk yang anda tidak kenali secara pasti sifat-sifatnya dan anda kuasai betul permasalahannya. Selalu pelajari terlebih dahulu secara baik-baik dan mendalam akan suatu hal.

Terakhir, jangan pula membeli sesuatu dan berinvestasi sesuatu, tanpa merencanakannya secara matang, dan mempertimbangkan situasi terburuk dari berbagai sisi kemungkinan yang akan terjadi.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline