Lihat ke Halaman Asli

Pendekar Saham

Pengamat Sosial, Politik, Pendidikan, Teknologi

Sisi Kelam Quantitive Easing dan Ancaman Tsunami Ekonomi

Diperbarui: 26 Juni 2015   06:00

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bisnis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Nappy

Hancurnya sistem finansial global pada krisis subprime mortgage yang di awali pada kejatuhan di bulan Agustus 2007 dan menjadi krisis ekonomi global di tahun 2008 hingga awal 2009, bukanlah merupakan akhir dari krisis yang pertama kali harus dialami ataupun terakhir kali dialami.

Krisis demi krisis ini hanya merupakan gelombang demi gelombang badai tsunami ekonomi yang semakin membesar dan pada akhirnya bisa menghancurkan seluruh tatanan perekonomian dunia jika tidak disikapi secara bijaksana dan hati-hati.

Program penyelamatan asset-asset keuangan di pasar modal dengan penyuntikan uang secara besar-besaran melalui program Quantitive Easing tahap pertama, bisa dibilang bisa meredam kejatuhan pasar modal dunia ke dalam jurang yang lebih dalam. Namun hal tersebut tidak pernah menyelesaikan masalah yang ada.

Tindakan tersebut hanya sekedar mengobati luka, bukan menyelesaikan akar masalah dari sistem perekonomian yang semakin menderita ketergantungan kepada paper asset dan pengelembungan asset-asset secara fiktif.

Penggelontoran paket stimulus fiskal melalui program Quantitive Easing tahap kedua, dengan tujuan dan maksud agar pemulihan ekonomi berjalan lebih cepat melalui cetak jutaan dollar setiap hari ke pasar finansial, hanyalah upaya memperpanjang nafas sesaat.

Pada intinya ada masalah-masalah yang tidak pernah terselesaikan dalam paket-paket kebijakan tersebut, antara lain, perubahan gaya hidup dan kebangkitan industri riil secara besar-besaran. Yang ada uang-uang tersebut justru menjadi senjata amunisi guna membanjiri pasar finansial di negara-negara berkembang dan senjata spekulasi di pasar komoditas global.

Akibatnya harga minyak dunia kembali terbang ke atas level USD 100-an/barrel selama berbulan-bulan dan harga emas serta berbagai komoditas lainnya termasuk pangan menggelembung ke tingkat yang sangat mengerikan dan membawa dampak inflasi global yang menggerogoti sektor keuangan dan industri di banyak negara termasuk negara-negara dunia ketiga yang menerima banjir uang tersebut.

Nilai tukar dollar sendiri semakin merosot dari hari ke hari, seperti yang pernah kami tuliskan sebelumnya, mata uang ini menjadi semakin tidak populer dan mulai ditinggalkan oleh banyak negara. Hal ini terbukti ketika Russia, Thailand, dan Meksiko beramai-ramai membeli emas sebagai cadangan devisa dalam jumlah yang sangat fantastis mencapai 6 milyar dollar lebih.

Hal ini membawa The Fed sebagai pihak yang dinilai banyak kalangan paling bertanggung jawab terhadap program paket quantitive easing menjadi gamang dan pusing tujuh keliling. Di satu sisi, menyetop program stimulus fiskal dan pengelontoran jutaan dollar ke pasar finansial, akan membawa akibat kemandekan ekonomi karena dunia (tidak hanya Amerika) akan mengalami krisis likuiditas. Namun di sisi lain, cetak uang secara masif juga menjatuhkan dunia ke dalam jurang inflasi berkepanjangan dan krisis komoditas. Walaupun pasar saham menjadi bergerak, namun justru pasar riil tidak terlalu banyak terbantu karena pengangguran tetap merajalela dan ekonomi hanya bergerak sedikit.

Isu kemungkinan akan dinaikannya suku bunga segera saja merontokan harga komoditas baik emas maupun minyak dan perak secara signifikan, dengan pengecualian bahwa jatuhnya harga  perak lebih banyak karena kenaikan fasilitas margin, yang membuat banyak spekulan kelas teri terpaksa keluar dari pasar karena takut gulung tikar karena kurang modal.

Isu ini hanya akan terus berputar-putar di sekitaran pasar finansial, namun dengan dampak rontoknya satu per satu industri riil. Karena tujuan yang diinginkan tidak tercapai. Padahal sebenarnya yang dibutuhkan dalam proses pemulihan ekonomi ini adalah adanya pasar tenaga kerja yang cukup dan industri riil yang dapat menampung baik tenaga kerja maupun berproduksi secara masif guna mencukupi kebutuhan konsumen.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline