Lihat ke Halaman Asli

Alex Palit

jurnalis

Lengser Keprabon

Diperbarui: 11 Juli 2023   10:32

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Dalam kosmologi Jawa dikatakan bahwa kekuasaan itu universum, dalam artian bahwa kekuasaan tidak lepas atau tidak bisa dipisahkan campur tangan alam semesta atau kosmologi, dan menjadikan bahwa kekuasaan itu hadir sebagai sesuatu yang agung dan sakral.

Sebagaimana ditemui da-lam budaya Jawa, bahwa kekuasaan itu tidak sekedar sebagai sebuah legitimasi politis, di dalamnya juga melekat sesuatu yang agung, mulia, keramat, sakral, yang berasal dari "dunia Atas". Di mana kekuasaan dalam ajaran budaya Jawa mengandung dimensi metafisis yang terpancar dari energi alam semesta atau kosmos.

Begitupun alam kosmologi Jawa, kekuasaan yang ada dalam diri seorang pemimpin tak lepas dari semua itu. Ia akan hadir ber-semayam pada orang-orang terpilih yang mendapat "wahyu" dan memiliki daya linuwih, maka terjunjung derajatnya untuk menyandang posisi pemimpin.

Dalam kepemimpinan bu-daya Jawa, ada dikenal ungkapan "Lengser Keprabon". Istilah ini mencuat saat Presiden Soeharto menyatakan undur diri turun tahta sebagai Presiden Indonesia, setelah 32 tahun berkuasa. Tahu diri, di mana rakyat sudah tidak menghendaki terus pertahankan kekuasaanya.

Dalam kosmologi Jawa, lengser keprabon sering terhubung turunnya sang raja dari tahta kekuasaannya, lantaran sang raja kehilangan sinar wahyu keprabon, hal ini antara lain ditandai mulai meredupnya legitimasi politiknya. Ia juga mulai kehilangan kredibilitas di mata rakyat, sehingga terjadi krisis kepemimpinan, karena dianggap tidak amanah, mengabaikan tugas utamanya mensejahterakan rakyat, lebih mementingkan diri sendiri, keluarga dan kroni-kroninya,

Termasuk adanya kepercayaan manakala penerima wahyu keprabon dalam kepemimpinannya menyalahgunakan kekuasaannya, bertindak sewenang-wenang, berperilaku tidak adil, wahyu kedaton itu akan ditarik kembali oleh "dunia Atas". Wahyu keprabon yang diterimanya akan hengkang meninggal-kan dirinya. Itulah sunatullah, hukum alam.

Semiotika "Lengser Keprabon" di dunia perwayangan ditemui dalam lakon "Petruk Dadi Ratu". Di mana Petruk yang sejatinya punakawan, karena ambisi politiknya kemudian "mencuri" pusaka Kalimasada, pusaka bertuah simbolisasi kepemimpinan, demi hasratnya untuk berkuasa.

Begitulah budaya kepemimpinan Jawa dalam memaknai "Lengser Keprabon".




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline