Lihat ke Halaman Asli

Alex Palit

jurnalis

49 Tahun God Bless

Diperbarui: 17 Mei 2022   20:43

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

dokpri

Tepatnya 5 Mei 2022, grup rock legendaris God Bless rayakan ulang tahunya ke-49. Di tengah gelombang pasang surut perkembangan khususnya musik rock di tanah air, pencapaian usia 49 tahun bukanlah waktu pendek yang harus dilalui bagi sebuah grup band untuk tetap eksis. Bahkan diantaranya disebutkan sebagai satu-satunya grup band rock era 1970-an yang hingga kini masih eksis.

Pencapaian ini jelas merupakan sebuah prestasi dan catatan sejarah tersendiri bagi God Bless dalam kiprahnya di jagad musik rock Indonesia.

Adalah wajar bila kemudian atas pencapaian prestasinya ini, God Bless dinobatkan dan dianugerahi penghargaan sebagai grup band rock legendaris.

Adalah wajar pula bila kemudian atas pencapaian prestasinya ini, God Bless yang dalam kiprah bermusiknya banyak mengangkat tema lirik lagu humanisme menyandang predikat sebagai ikon rock Indonesia.

Adalah wajar pula bila kemudian atas pencapaian prestasinya ini diapresiasi dibukukan. Menulis God Bless tidak harus berupa biografinya. Banyak sisi lain yang menarik untuk dikaji, sebagaimana kita melihat sosok seekor gajah. God Bless ibarat sosok gajah. Orang tertarik melihat gajah bisa karena badannya yang besar, atau lantaran tertarik melihat kupingnya yang lebar, kakinya yang besar, atau belalainya yang panjang terjuntai, atau malah gadingnya. Banyak sisi pandang yang bisa dilihat sebagai daya tarik dari sosok gajah.   

Justru tak kalah menariknya, dalam amatan penulis, adalah spirit, idealisme, dan komitmen bermusik God Bless sebagai grup band beraliran rock yang memiliki keberpihakan pada pokok persoalan humanisme menjadi bagian tak terpisahkan dalam karya lagunya.

Sementara keindahan musik rock bukan sekadar terletak tinggi rendahnya melodi nada, ingar bingarnya irama, raungan distorsi nada, atau puitisnya lirik, melainkan pada dialektika bunyi. Pada dialektika bunyi inilah artikulatif sebuah lagu memancarkan makna dan auranya. Untuk menangkap semua itu dibutuhkan pemahaman wacana apresiatif.

Sebagaimana dikatakan komponis Richard Wagner, guna mendapatkan pemahaman tentang apa itu musik (lagu) tidak cukup hanya dinikmati sebagai sekadar hiburan semata, sebab musik itu sendiri adalah bahasa ekspresi yang memang harus diterjemahkan.

Berangkat dari pemikiran tersebut, penulis berkesimpulan banyak sisi-sisi menarik dari sejarah God Bless yang bisa diangkat, tidak lagi harus terjebak pada sisi biografi. Karena bagaimanapun juga sebuah penulisan buku apakah itu sejarah, biografi atau lainnya pastilah penulisnya punya sudut dan cara pandang masing-masing baik dalam memahami bahasan, penggambaran dan interpretasi, meski yang disorot sama.

Sebagaimana dalam pemilihan tema bahasan dalam buku ini semuanya juga tak lepas dari sudut dan cara pandang dalam memahami, menggambarkan dan mengintrepretasikan sosok God Bless. Komitmen dan konsistensi God Bless dalam mengangkat persoalan isu kemanusiaan sebagai tema sentral yang ada di setiap album menjadi bagian bahasan yang justru tak kalah menarik yaitu "Rock Humanisme God Bless" (2017) dan "God Bless Aku Bersaksi" (2020). 

Adapun buku ini tak lebih dari sebagai sumbangsih pemikiran untuk memperkaya khasanah pustaka musik Indonesia. Mengingat cara pendekatan dalam melihat sosok God Bless cukup beragam sehingga dimungkinkan adanya segi pandang dari perspektif lain untuk saling dukung dan saling melengkapi  apa yang ada. Dan buku ini hanyalah sebuah pilihan cara pandang dalam memahami suatu bahasan berdasarkan penggambaran dan penafsiran yang ada dibenak penulis atas sosok God Bless. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline