Bertajuk "JNE Bersama UMKM Untuk Indonesia", Jalur Nugraha Ekakurir (JNE) kembali menggelar "JNE Content Competition 2021", dalam rangka menyambut ulang tahun usianya ke-31. Seperti sebelumnya, JNE tetap setia merangkul jurnalis untuk berpartisipasi di dalamnya.
Sebagai jurnalis, sudah tentu hal ini sangat menggembirakan dan perlu mendapat apresiasi setinggi-tingginya. Apalagi hadiahnya cukup menggiurkan bagi perserta pemenangnya.
Kalau kita simak dari temanya yaitu "JNE Bersama UMKM Untuk Indonesia", sangat pas dikaitkan situasi kondosi saat ini yang masih dirasakan para pelaku Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM). Di mana para pelaku UMKM sampai saat ini masih harus bergelut menghadapi dampak pagebluk Covid-19.
Di sini saya sendiri tidak ingin masuk pada garis ketetapan apa yang tersirat dan tersurat Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008, tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) yang pada tahun 2021 aturan ini kembali diperbarui lewat PP No. 7 Tahun 2021, utamanya yang terkait dengan penyertaan modal usaha yang relatif besar, apalagi untuk ukuran pelaku profesi jurnalis. Jelas nggak nyampe ke situ. Karena untuk ukuran jurnalis atau untuk ukuran kerja jurnalistik, kepemilikkan modal utama bagi seorang jurnalis adalah kesetiaan, komitmen, dan idealisme pada profesi.
Tanpa bermaksud memuji secara berlebihan. Yang pasti JNE dalam hal ini sangat memanjakan insan jurnalis dengan mengajak berpartisipasi dalam event yang digelarnya. Tidak ada salahnya jika kemudian terbesit harapan, di mana JNE tidak sekedar mengajak jurnalis atau insan pers berpartisipasi dalam gelaran "JNE Content Competition", tapi bagaimana sekaligus sebagai mitra bagi jurnalis, merangkul jurnalis dan memberdayakannya.
Mengingat peran strategis pers, di mana peran pers bukan saja disebut sebagai pilar keempat penjaga demokrasi, juga berperan sebagai media edukatif. Lewat karya jurnalistiknya, peran jurnalis juga bisa berfungsi edukatif dalam mewartakan informasi di tengah masyarakat.
Kalau selama ini JNE berani menggelontorkan hadiah sampai ratusan juta rupiah di setiap ajang yang digelarnya, tak ada salahnya juga memberi perhatian pula terhadap ekspresi karya jurnalistik lain sebagai wujud eksistensi sang jurnalis. Sebagai jurnalis, pastinya juga terbesit harapan, JNE mendukung pemberdayaan karya-karya para jurnalis, misalnya memberi dukungan dalam hal penulisan buku yang dilakukan jurnalis, sebagai bentuk apresiasi "UMKM -- JNE" terhadap jurnalis.
Bagi seorang jurnalis, menulis buku bukan sekedar aktualisasi diri, sekaligus secara spiritualitas merupakan kebanggaan tersendiri bagi seorang jurnalis manakala ia mampu menulis buku. Kalau kita mengutip pesan pendiri harian Kompas Jakob Oetama -- bahwa menulis buku adalah mahkota bagi seorang wartawan / jurnalis
Di tengah keterpurukkan kondisi perekonomian akibat pandemi Covid-19, yang mana hal ini juga melanda sektor usaha penerbitan buku. Akibatnya rilisan penerbitan buku oleh penerbit turun drastis. Sementara bagi penulis, khususnya di kalangan jurnalis, yang ingin terus berkarya dengan menulis buku, saat ini tidak bisa lagi mengandalkan penerbitan buku pada penerbit yang juga sedang melesuh lantaran terlibas oleh efek pandemi Covid-19.
Setidaknya lewat penerbitan buku yang dilakukan secara independen atau self publishing bisa dipilih sebagai jalan keluar, di mana karyanya tetap tetap terpublikasikan dan terekspose. Sehingga karya-karyanya tidak membeku mengendap tersimpan di hard disk laptop / komputer.
Kembali ke soal UMKM. Sesuai tema "JNE Bersama UMKM Untuk Indonesia", JNE tidak sekedar mengajak berpartisipasi, juga merangkul memberi dukungan bagi "UMKM -- Jurnalis" bagi jurnalis guna bisa menerbitkan buku lantaran keterbatasan dana. Saya yakin seyakin-yakinnya hal ini akan disambut antusias oleh para jurnalis. Semoga hal ini juga diapresiasi oleh JNE.