Lihat ke Halaman Asli

Alex Palit

jurnalis

Berdamai dengan Alam

Diperbarui: 19 Juli 2021   10:47

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Foto dok Alex Palit

Adakah dari ragam bencana alam yang terjadi di negeri ini termasuk pageblug Covid-19 dengan segala variannya, semua ini merupakan "isyarat alam" atau "teguran alam" untuk ditafakuri. Adakah yang salah dengan kita?

Adakah dalam hal ini alam sudah murka melihat arogansi ulah tingkah manusia yang sudah lupa atau melawan kodrat alam?

Untuk itu manusia perlu ditegur dan diingatkan. Dan alam punya logikanya sendiri cara menegur mengingatkan ulah manusia yang sudah lupa diri oleh ulahnya sendiri. Dan, dari ragam bencana alam yang terjadi bukan tak mungkin merupakan teguran sebagai pengingat.

Di tengah terjadinya ragam musibah bencana alam melanda negeri, adalah saatnya bertafakur panjatkan doa untuk negeri, semoga semuanya segera berlalu.

Bagi "alam" tak ada yang tak ada jika sudah berkehendak. Karena "alam" punya logikanya sendiri di luar prediksi, di luar nalar manusia. 

Bahkan disebutkan oleh Spinoza bahwa kehendak alam itu juga kehendak Tuhan. Di sini filsuf Spinoza menyebutkan, "Allah sama dengan aturan kosmos. Kehendak Allah, itu kehendak alam, maka hukum-hukum alam itu kehendak Allah."

Sementara dalam budaya Jawa dikenal dengan istilah memayu hayuning bawana. Pemahaman memayu hayuning bawana menyiratkan bagaimana manusia bukan saja harus memperindah dunia, juga bagaimana menjaga harmonisasi dengan alam dan kehidupannya.

Bukan tidak mungkin manakala manusia hanya bertindak demi mengutamakan egoisme pribadinya, tanpa lagi mengindahkan harmonisasi dengan kodrat alam, bukan tidak mungkin alam pun akan melakukan "perlawanan".

Begitupun "pada suatu masa", adakah ragam bencana alam yang terjadi, semua itu adalah isyarat alam atau "teguran alam" sebagai jawaban atas tingkah ambisi manusia yang mengeksploitasi alam demi syahwat kuasa duniawi.

Berkaca dari ragam bencana alam yang terjadi "pada suatu masa", intinya di sini manusia diajak untuk kembali bertafakur berdamai dengan alam, memayu hayuning bawana.

Begitu pun "pada suatu masa" di tengah gonjang-ganjing amenangi zaman edan, manusia diingatkan untuk ikhtiar, tafakur, eling lan waspada, ora melu-melu sinting, tidak gagal paham, dan tetap menjadi pribadi-pribadi yang waras.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline