Lihat ke Halaman Asli

Bayi K-13 Harus Gugur Sebelum Berkembang

Diperbarui: 17 Juni 2015   15:55

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Apa yang menjadi kasak kusuk guru yang telah menjalankan K-13 terjawab sudah pada saat menteri anis baswedan memutuskan untuk menghentikan penerapan K-13 pada pendidikan di Indoenesia. Pak menteri mengakatakan bahwa  "Saya memutuskan, menghentikan pelaksanaan Kurikulum 2013 di sekolah-sekolah yang baru menerapkan satu semester yaitu sejak tahun pelajaran 2014/2015. Sekolah ini supaya kembali menggunakan kurikulum 2006," kata Anies Baswedan di kantor Kemendikbud Jakarta, Jumat (5/12).

Sejak diperkenalkannya k-13  kepada para guru diakhir pemerintahan menteri Nuh dan jajarannya. para guru sudah merasakan pesimistis, mengapa?  karena masa jabatan beliau tidak lama lagi akan berakhir. Sudah menjadi kebiasaan penguasa di negeri ini, setiap pergantian maka akan banyak hal yang dianggap kurang pas dan harus diganti , meski kadang kala menggunakan kata disempurnakan, tapi toh tetap dianggap tidak sempurna.

Demikian halnya k-13 ini, seandainya pak menteri nuh masih berkuasa tentu tidak mungkin dihentikan, pasti terus disempurnakan. Namun karena penguasa yang baru, maka adalah hak pak baswedan untuk mengatakan bahwa  k-13 hanya bisa diterapkan pada 6 ribuan sekolah saja di Indonesia. Alasan yang disampaikan oleh pak Menteri bahwa kurikulum 13 ini dilaksanakan tanpa pernah melalui evaluasi

Menurut saya sebagai seorang guru, kurikulum apapun itu sebenarnya ada plus minusnya. Akan halnya, k-13 pendekatan tematik yang ditawarkan cukup baik. hanya saja sistem penilaiannnya yang sangat dan terlalu berlebihan.  Misal dalam penilaian sikap. disini terlalu njilimet, dimana guru harus menghabiskan waktu dan  energinya hanya untuk memberikan penilaian sikap yang begitu mendatail. Padahal soal penilaian sikap ini, sudah dilakukan secara intrinsik oleh guru sejak lama pada saat memberikan penilaian akhir. Bayangkan kalau satu rombongan kelas terdiri dari 35 - 40 siswa dan guru memegang sedikitnya 4-5 rombel, apakah tidak menguras waktu dan perhatian guru?... .Sejatinya di negara-negara maju, satu kelas itu paling banter 10 murid bahkan ada dua guru yang mengajar dan mengamati prilaku siswa.

Khusus pada mapel bahasa Inggris yang saya ajarkan pada kelas  8. K- 13 ini diterapkan pada kelas 8 dan 7 di tingkat SMP.  saya melihat buku pelajaran yang digunakan kurang representatif  dibandingkan dengan buku pelajaran yang menggunakan pendekatan  text ( text based English learning). Pada kurikulum 2006  pendekatannya dengan text, tapi pada buku k-13  tidak jelas apa yang dituju. Kekhawatiran saya adalah ketika murid menghadapi  UN  dan mereka  menghadapi  berbagai jenis wacana, maka mereka akan kewalahan, karena mereka lebih banyak belajar  dengan pendekatan dialog  interpersonal dan transaktional. Ini hanya prediksi, karena toh pemerintah belum menyebarkan buku pelajaran untuk kelas 9 . Sementara pada semester genap ini, K-13 harus kandas, digantikan oleh kurikulum 2006, artinya kita kembali mengajarkan bahasa inggris melalui pengajaran berbasis text yang tentunya hampir semua guru sudah mendapatkan pelatihan tentang hal dimaksud. Seperti apa yang dikatakan Pak Menteri, guru harus berani berinovasi dalam mengajar dan mendidik siswa, jangan selalu terpaku pada pakem lama. Selalu berevolusi dalam melakukan proses belajar dan mengajar. Itulah guru profesional, kerja kerja kerja dan belajar belajar belajar.

harapan kami, pemerintah  benar-benar mengkaji sebuah kurikulum yang dapat memenuhi kebutuhan dan daya saing  di dalam dan luar negeri. Kurikulum yang diterapkan benar-benar sudah melalui penghajian dan analisis yang sangat baik. Janganlah kurikulum dijadikan proyek dan uji coba, mengingat indonesia ini adalah negeri kepulauan. maka sangat tidak baik bilamana kurikulum pendidikan berganti ganti seperti mudahnya kita menggantik warna cat di rumah kita.

Bila perlu pergantian kurikulum pada jenjang pendidikan SD  hingga  SLTA di negeri ini harus melalui persetujuan DPR. artinya  membuat dan menggantikan kurikulum itu  tidak dapat dilakukan semaunya oleh menteri pendidikan. Kemudian juga menghindarkan pergantian kurikulum di akhir jabatan seorang menteri sperti yang telah terjadi sekarang ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline