Entah bagaimana grup musik disco Boney M bisa "masuk" ke Sumba pada akhir tahun 1970-an dan mewarnai pesta-pesta di pulau kecil ini pada era 1980-1990?
Saya perkirakan kaset-kaset ini masuk dari Surabaya dan Kupang mengikuti para pedagang, terutama dari etnis Tionghoa, yang lalu-lalang pada dua wilayah ini memakai kapal laut.
Setiap ada pesta di kota-kota seperti Waitabula, Waikabubak dan Waingapu, rekaman musik disko mereka-tentu saja masih pakai kaset berpita-berdentum keras, enerjik dan orang-orang berdisko seperti Bobby Farel menari. Bobby anggota pria dalam grup tersebut. Bukan satu-satunya, sebab pada periode sebelumnya ada anggota lain, sebelum formasi terbaru ditetapkan.Lagu Daddy Cool, Rivers of Babilon, Holiday, Rasputin, Brown Girl in the Ring, Malaika, dan lain-lain pasti lekat dalam ingatan, terutama yang mengalami masa kecil, remaja dan dewasa pada tahun 1980-an. Lagu-lagu Boney M telah "menjajah" hati serta perasaan kami. Dunia "antah berantah" hadir di Sumba lewat grup ini melalui budaya popular yakni lagu dan music disko. Sekarang lagu-lagu mereka silakan Anda nikmati dalam youtube.
Adalah Frank Farian seorang produser rekaman berkebangsaan Jerman (Barat) yang mengumpulkan empat anggota grup yakni Liz Mitchell dan Marcia Barret (Jamaika), Maizie Williams dari Monserrat dan Bobby Farrell, seorang pelaut dari Aruba yang banting stir menjadi penari dan penyanyi. Aruba macam Sumba yang jadi bagian dari Indonesia. Ia pulau kecil milik Belanda di Eropa. Bobby tutup usia pada 30 Desember 2010 lalu di Saint Petersburg, Rusia, dalam usia 61 tahun.
Grup ini dibentuk pada tahun 1976 dan mencapai popularitas selama era disko pada akhir tahun 1970-an. Bobby terkenal karena baju-bajunya yang gemerlap, lebih sering terlihat di panggung dengan bertelanjang dada dan celana cutbray.
Ketika orang-orang di Sumba masih sedang memutar Boney M, masuklah Rinto Harahap, Pance F. Pondaag, Obie Mesakh, Meriam Belina dan penyanyi-penyanyi seangkatan mereka, yang pelan-pelan mulai menggantikan posisi Boney M. Bercampur pula dengan lagu-lagu daerah dari Flores dan Kupang. Kini generasi mudanya lebih suka mendengar dangdut remix, yang suara cis..cis..dari pengeras suaranya bikin sakit telinga. Tetapi kalau di lantai dansa atau disco, lagu-lagu seperti Ge Mu Fa Mi Re, Goyang Mogi, Yerusaleme, Ade Lina dan lain-lain mulai berkuasa kini.
Memasuki era 1990-an Sumba total sudah dilanda lagu-lagu sweet pop. Terutama dalam bus-bus antar kota. Atau pada bemo dalam kota di Waitabula, Waikabubak dan Waingapu yang selalu penuh pelajar SMP dan SMA.
Disadari atau tidak, semua itu turut membentuk "keindahan" dalam jiwa orang Sumba.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H