Sengaja saya datang pagi-pagi ke pojok Tempat Pemakaman Umum (TPU) Serenseng di RT 006 Kelurahan Pondok Jaya, Cipayung, Depok, Jawa Barat. Ini adalah salah satu "public space" kami.
Pada salah satu sudutnya adalah kandang kambing yang melayani ritual kurban aqiqah dalam agama Islam. Saya kerap singgah di sana untuk melihat proses memotong dan menyeset (menguliti) kambing kurban.
"Kalau mau lihat proses potong, datang pada hari Kamis, Jumat, Sabtu atau Minggu. Pesanan cukup ramai," Kosim memberi jadwal.
Kosim penjual krupuk rambak, tetangga rumah, orang Pekalongan, Jawa Tengah. Ia juga menjadi "supplier" tetap kulit kacang kedelai dan ampas tempe untuk makanan kambing yang dikandangkan di sudut makam itu. Setiap kembali dari pasar ia membawa serta sekitar 30 kg ampas tempe dan kulit kacang ke sana.
"Hitung-hitung buat beli jajan anak-anak," kata dia untuk 25 ribu rupiah uang yang ia dapatkan.
Saya minta ijin memotret dan mengukur waktu. Meski sudah kenal baik dengan "trio kandang kambing", sopan-santun harus tetap dijaga.
"Klik," stopwatch saya hidupkan. Sejak pisau menetak leher sampai proses "menyeset" selesai.
Hanya tujuh menit. Semua sudah selesai. Klaar!
Kulit sudah dilepas dari daging. Isi perut telah dipisah. Tulang-tulang untuk sop pada ember berbeda. Kantong plastik berisi daging dan tulang dan hati dan paru sudah terpisah. Jumlah sate yang harus dibakar sudah ditempel pada papan kandang. Para "chef" tinggal mengambilnya nanti. Para "chef" ini adalah ibu-ibu di sekitar situ. Yang diminta membantu memasak sop dan membakar sate sesuai dengan jumlah pesanan. Mereka dibayar harian.
"Tujuh menit!" ucap saya kepada Matt (34) si tukang jagal dan "seset" sembari mematikan stopwatch.
"Agak santai. Karena hanya satu ekor," Matt menjawab.