Lihat ke Halaman Asli

Alex Japalatu

TERVERIFIKASI

Jurnalis

H.A. Van Dop: Orang Belanda yang Berjasa untuk Lagu Gereja Indonesia

Diperbarui: 21 Agustus 2022   09:48

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

H.A.Van Dop (Foto:Lex)

Bagi masyarakat Kristen Indonesia H.A. Van Dop atau aliasnya H.A. Pandopo  tidak asing. Namanya tercantum dalam Kidung Jemaat (KJ), Pelengkap Kidung Jemaat (PKJ) dan Nyanyikanlah Kidung Baru (NKB). Semua ini adalah buku nyanyian gerejawi di Indonesia, terutama di kalangan gereja Protestan yang menganut teologi arus utama.

Saya membongkar file lama untuk menemukan wawancara dengan ahli musik gereja Harry van Dop (87) ketika ia datang ke Jakarta beberapa tahun lalu dan melakukan edit minor atasnya. Apa yang ia sampaikan masih sangat relevan untuk gereja-gereja di Indonesia hingga sekarang.  

"Lagu ciptaan saya tidak banyak sekali. 500 pun tidak. Saya tidak pernah menghitung. Ada yang ternyata bisa dipakai, ada juga yang tidak. Kita betul-betul harus mempertimbangkan lagu-lagu dengan gaya musik daerah supaya bisa masuk banyak," kata Van Dop. 

 Meskipun demikian, kata dia, tidak semua lagu bisa dimasukkan ke dalam buku nyanyian gereja. Tentu ada syarat-syaratnya.  

"TING (Tim Inti Nyanyian Gereja, sebuah tim beranggotakan ahli teologi dan musik) bekerja terus, mempersiapkan lagu-lagu, meskipun tidak semua sama baik, tetapi kita bisa pilih. Jangan paksakan semua lagu harus masuk. Sebab, kalau semuanya masuk, bukunya akan setebal ini (Van Dop merentangkan kedua tangannya). Karena itu saya juga harus rela kalau sekian lagu ciptaan saya dikeluarkan dari sana," ujarnya.

Setelah bertemu dalam sebuah acara di Graha Bethel Jakarta, Van Dop bersedia untuk sebuah wawancara khusus. Saya  menemuinya di kantor Yayasan Musik Gereja (Yamuger) di kawasan Rawamangun untuk keperluan ini. Yamuger semacam laboratorium untuk menulis, menyanyikan, memeriksa kandungan teologis sebuah lagu gerejawi sebelum dikhalayakkan. Kawan saya Pendeta Weinata Sairin, MTh adalah bagian dari Yamuger, sebagai ahli teologi. Berikut petikannya:

Anda pernah melontarkan soal buku induk  nyanyian gereja. Maksudnya apa?

Supaya dibuat sebuah buku induk yang dipakai semua gereja,  di mana ada lagu-lagu yang mutlak harus masuk, yang semua orang sukai, dari Sabang sampai Merauke. Taruhlah 300-400 nyanyian di dalamnya. Plus, masing-masing kelompok, aliran, daerah, dan sebagainya bisa menambahkan suatu suplemen khusus. Bagus kalau buku suplemen tadi  memperhatikan nasihat-nasihat Yayasan Musik Gereja (Yamuger) dalam menyeleksi dan mencermati isinya. Di setiap gereja dan daerah ada lagu-lagu kesayangan, seperti dari 'Buku Ende' (Tapanuli) dan dari buku 'Dua Sahabat Lama' (Indonesia Timur) yang bagi umat di sana tidak boleh hilang. Maka masing-masing gereja lokal bisa menyeleksi sejumlah nyanyian seperti itu, ditambah dengan lagu-lagu baru yang khas bagi daerah yang bersangkutan. Saya pikir ini salah satu jalan keluar dari pada membuat sebuah buku nyanyian yang sangat tebal.

Apakah KJ, PKJ dan NKB belum mewakili buku induk yang dimaksud?

Belum. Harus banyak yang dibuang, termasuk lagu-lagu dari saya. Biasanya, minimal 30 persen harus dikeluarkan.   Saya juga harus konsekuen untuk membuang lagu-lagu saya yang lama dan kurang bermakna.

Mengapa dibuang?

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline