Sore itu, langit Bandung berwarna orange, menyelimuti hiruk pikuk kota. Alex duduk di bangku taman dekat kosannya, merenungi hari-harinya sebagai anak perantauan. Sudah 1 tahun berlalu sejak ia meninggalkan kampung halamannya di Riau demi mengejar mimpi.
Alex datang ke kota Bandung dengan penuh harapan. Alek pun berkuliah sambil membuka bisnis jualan thrifting (pakaian bekas layak pakai) sedari kecil alek sangat menyukai belajar tentang bisnis, bagaimana belajar menjadi seorang pebisnis dan tahap -- tahap proses menjadi seorang pebisnis lalu alek pun berkuliah dan mengambil jurusan ilmu komunikasi di salah satu kampus yang ada dikota bandung.
Awalnya, ia menikmati kesibukannya. Setiap hari ia belajar hal-hal baru, berkenalan dengan orang-orang baru, dan mengeksplorasi sudut-sudut kota yang tak pernah ia tahu. Namun, semakin lama, kerinduan pada kampung halaman mulai merayap. Suara ibu di telepon setiap malam tak cukup untuk mengobati rasa rindu akan masakan rumah dan kehangatan keluarganya.
Alek menarik napas dalam-dalam. "Aku harus kuat," gumamnya, mencoba meyakinkan dirinya sendiri. Tapi di dalam hatinya, ada perasaan hampa yang tak bisa diusir hanya dengan kata-kata.
Perantauan ini mungkin tak selalu mudah, tapi ia tahu, setiap langkah yang Alek tempuh di tanah rantau adalah bagian dari perjalanan panjang menuju impian yang lebih besar.
Hidup di desa begitu sederhana dan tenang, tetapi kesempatan untuk berkembang terasa sangat terbatas. Alek tumbuh di keluarga petani yang pas-pasan, namun Alek selalu punya impian besar. Sejak kecil, Alek bermimpi bisa bekerja di kota, membantu keluarganya, dan suatu hari kembali dengan kesuksesan yang bisa dibanggakan.
Suatu hari, ketika pulang kuliah dengan tubuh yang lelah, Alek menerima telepon dari ibunya. Suaranya terdengar ceria meskipun ia tahu, di balik itu, ada kekhawatiran yang tak terucap. "Kamu nggak usah terlalu keras, Alek. Kalau capek, istirahatlah dulu. Jangan lupa makan," kata ibunya. Mendengar suara lembut itu membuat Alek semakin bersemangat. Ia tahu, di balik jerih payahnya di kota ini, ada harapan keluarganya yang menggantung padanya.
Waktu berlalu, dan perlahan-lahan Alek mulai terbiasa dengan ritme hidup di kota besar. Meskipun keras, ia belajar banyak tentang kedewasaan dan tanggung jawab. Dari teman-teman sesama perantauan, ia mendapat dukungan dan semangat. Mereka saling membantu ketika salah satu di antara mereka kesulitan, karena mereka tahu, merantau bukanlah hal mudah.
Suatu malam, di tengah kesunyian kota yang mulai lengang, Alek duduk di depan kamarnya, menatap langit yang penuh bintang. Ia merenung tentang perjalanannya sejauh ini. Meski hidupnya belum berubah secara drastis, ia merasa sudah tumbuh menjadi pribadi yang lebih kuat. Rasa rindu pada keluarga di desa masih sering menghampirinya, tetapi ia selalu ingat tujuannya datang ke kota ini.
Alek percaya bahwa merantau bukan hanya soal mencari ilmu , tetapi juga tentang menemukan jati diri dan menggapai mimpi. Ia tahu bahwa setiap tetes keringat yang ia keluarkan adalah investasi untuk masa depan yang lebih baik. Meski jalan masih panjang, ia yakin bisa membahagiakan keluarganya suatu hari nanti.
Dan di malam itu, di bawah gemerlap bintang Bandung, Alek tersenyum. Ia berjanji pada dirinya sendiri, apa pun rintangan yang menghadang, ia akan terus berjuang. Kota ini telah mengajarinya banyak hal, dan ia akan merajut mimpinya hingga menjadi nyata.