Lihat ke Halaman Asli

Budaya Bertani: Kearifan Lokal dan Pengetahuan untuk Pertanian Berkelanjutan

Diperbarui: 15 Juli 2023   20:39

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

https://pin.it/3bi74L3

Pertanian telah menjadi sumber utama dalam mempertahankan eksistensi manusia tanpa mengenal waktu dan akan terus berlanjut sampai kapanpun. Kondisi ini membuat lahan pertanian sangat diperlukan meski alih fungsi lahan juga turut serta dalam mempersempit kebutuhan lahan. Berbagai kebijakan diterapkan agar siklus pertanian tetap berjalan ditengah berbagai kendala yang ada. Beberapa kebijakan tiap daerah di Indonesia atau dikenal warisan budaya bertani sebagai bentuk kearifan lokal agar bisa menjadi salah satu penyokong utama dalam pemenuhan kebutuhan pangan nasional dalam pertanian berkelanjutan.

Budaya bertani merupakan suatu rutinitas petani dalam melakukan aktivitas pertanian berlandaskan aturan yang telah disepakati bersama dan dijalankan secara turun temurun. Pewarisan budaya bertani ini bertujuan agar pertanian bisa lebih kuat dan terus berlanjut hingga ke generasi berikutnya.  Sebagai contoh adalah Wiwitan Tanam Padi di Kebumen), Ritual Ungkapan Syukur pada Dewi Sri di Yogyakarta, Ngarot di Indramayu, Nyobeng di Kalimantan Barat, Subak di Bali, dan masih banyak lagi. Budaya tersebut memiliki artian sebagai pelambangan jati diri manusia, harmonisasi hubungan sang pencipta, alam dan manusia, ungkapan rasa syukur, dan memohon perlindungan. Biasanya dilakukan saat mulai pembukaan lahan, penanaman, pemeliharaan, panen hingga pasca panen, dan dapat memberikan manfaat secara ekonomi, sosial budaya dan ekologis. Petani juga menjadi lebih bermotivasi dan semangat dalam mengembangkan usahataninya. Serta, masyarakat menjadi lebih konservatif terhadap kelestarian dan keseimbangan lingkungan hidup (1).

Budaya bertani mampu membuat petani memiliki jiwa tinggi dalam berbudaya bertani karena mereka lebih taat pada peraturan mengenai teknik usahatani, perilaku yang teratur, dan persepsi untuk tidak menanggapi terlalu rumit suatu permasalahan. Seperti di Bali, sistem subak yang menjadi adat dan budaya setempat telah diterapkan secara menyeluruh oleh petani padi sawah, serta berdampak dalam persepsi dan perilaku yang berjiwa budaya bertani yang tinggi (2). Perilaku masyarakat ini termasuk sebagai kearifan lokal dalam budaya bertani. Kearifan lokal dalam budaya bertani mampu menerapkan teknik pertanian yang mempertahankan kesuburan tanah agar produktivitas lahan meningkat secara signifikan tanpa perlu merusak lingkungan. Serta, dipercaya mampu meningkatkan kesejahteraan petani. Petani yang mempertahankan kearifan lokal dalam budaya bertani cenderung memiliki penghasilan yang lebih stabil dan lebih sejahtera dibandingkan dengan petani yang menggunakan teknologi modern dalam bercocok tanam (11).

Input https://pin.it/2l4Crez

Kearifan lokal berarti sebuah pengetahuan lokal yang terkumpul menjadi satu agar  kekayaan pengetahuan dan budaya yang masih terus bertahan dan berkembang dalam masyarakat. Kearifan lokal dapat berupa nilai, norma, etika, kepercayaan, adat-istiadat, hukum adat, dan aturan-aturan khusus. Sehingga, sering dikaitkan sebagai  identitas kepada suatu komunitas atau masyarakat dalam mempertahankan tradisi atau kebudayaan. Kearifan lokal budaya bertani memanifestasikan kegiatannya untuk mendukung ketahanan pangan. Pengaplikasiannya dimulai dari rencana pembukaan lahan, pemilihan lahan, penanaman, pemeliharaan, hingga panen dan pasca panen. Kearifan lokal menjadi acuan tingkahlaku seseorang dalam kehidupan masyarakat yang penuh keadaban termasuk dalam melestarikan lingkungan. kearifan lokal juga sebagai kekuatan dan kemampuan potensial yang menuntun perilaku masyarakat dalam kehidupan komunitasnya (3).

Warisan budaya bertani secara kearifan lokal perlu didampingi dengan pengetahuan, sebab dengan adanya pengetahuan dapat  mendorong terjadinya perubahan perilaku. pengetahuan terbentuk setelah seseorang melakukan pengamatan melalui alat-alat indranya terhadap berbagai fenomena lingkungan. Pengetahuan tersebut akan menjadi menjadi pedoman dan kekuatan timbulnya motivasi bertani. Apabila petani tidak memiliki pengetahuan dalam berbudaya petani dapat menyebabkan menurunnya kesadaran petani dalam menata kelestarian lingkungan,disamping pengaplikasian perilaku gotong-royong yang merupakan ciri khas masyarakat pedesaan mulai pudar.

Penyebab penurunan kesadaran tersebut bisa dikarenakan  kebijakan pemerintah yang cenderung hanya berorientasi pada peningkatan produksi. Misalnya, ketergantungan pada pupuk dan obat-obatan pertanian yang sebagian besar berdampak terhadap kerusakan lingkungan. Selain itu juga, terdapat ancaman lainnya seperti perkembangan informasi, komunikasi dan teknologi. Ketiga hal tersebut dikhawatirkan akan membuat petani dalam mempertahankan kearifannya akan melemah dan membuat penurunan pada produksi pertanian dan pemenuhan kebutuhan manusia secara berkelanjutan. Maka, perlu adanya tindakan berupa revitalisasi kebijakan yang mendukung pertahanan kearifan lokal. Disamping ketegasan untuk meningkatkan pengetahuan dalam menjaga kelestarian lingkungan.

Dengan demikian, agar pertanian dapat terus berkelanjutan maka diperlukan penguatan dalam pewarisan budaya bertani dengan berlandaskan kearifan lokal yang mencakup teknik pengelolaan budidaya tanaman hingga pemanenan. Hal ini bertujuan agar terciptanya pertanian yang ramah lingkungan, menjaga kesuburan tanah dan lingkungan, serta meningkatkan kesejahteraan petani. Berbagai pihak seperti pemerintah sebaiknya perlu memberi dukungan yang serius agar dapat terus mempertahankan dan mendukung kearifan lokal dalam budaya bertani di Indonesia. Bisa melalui ketegasan pembentukan peraturan hukum, pendirian kelembagaan, dan juga revitalisasi kebijakan.

Daftar pustaka

Mulyadi. (2015). PENGARUH PENGETAHUAN TENTANG LINGKUNGAN HIDUP, KEARIFAN LOKAL, LOCUS OF CONTROL, DAN MOTIVASI BERTANI TERHADAP PERILAKU LINGKUNGAN YANG BERTANGGUNG JAWAB PETANI DI KABUPATEN SOPPENG. PLPB: Pendidikan Lingkungan dan Pembangunan Berkelanjutan, 16(2): 72-85.

Hidrawati., Arafah, N., Saediman., & Harviyaddin. (2022). KEARIFAN MASYARAKAT PULAU-PULAU KECIL DALAM BUDIDAYA PANGAN LOKAL: Ritual Bertani Masyarakat Pulau Binongko, Kabupaten Wakatobi. Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Agribisnis VI, 6(1): 77- 86.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline