Indonesia merupakan negara demokratis dengan Pancasila sabagai pedomannya. Setiap negara tentu memiliki hukum yang berlaku dan mengatur seluruh rakyatnya. Tapi belum tentu hukum itu dilakukan dengan semestinya atau seadilnya.
Kronologi
Kasus Baiq Nuril seorang mantan karyawan honorer SMA 7 di Mataram, harus merasakan dinginnya penjara selama 6 bulan setelah MA mengetuk palunya dan memvonis bersalah Nuril karena diduga melakukan pencemaran nama baik Muslim, mantan kepala sekolah SMA 7 Mataram. Padahal Nuril sendiri merupakan korban dari pelecehan seksual verbal yang dilakukan oleh mantan kepala sekolah SMA 7 Mataram.
Ia selalu di hubungi oleh Muslim dan Muslim sendiri membahas hal-hal yang kurang pantas dibicarakan seperti hubungan dirinya dengan wanita lain. Perbincangan-perbincangan yang dilakukan bernada pelecehan dan banyak yang menuduh bahwa Nuril punya hubungan gelap. Karena terganggu dan tidak tahan dengan keadaan itu, akhirnya Nuril memberanikan diri merekam percakapan untuk membuktikan bahwa dirinya tidak punya hubungan gelap dengan pria tersebut.
Sayangnya rekaman itu tersebar ketika berada ditangan rekan kerjanya. Muslim yang mengetahui rekaman tersebut melaporkan Nuril ke polisi atas dasar pasal 27 ayat 1 UU ITE. Pengadilan Negeri Mataram memproses pelaporan dan menyatakan tidak bersalah kepada Baiq Nuril. Kemudian Jaksa Penuntut Umum mengajukan banding hingga kasasi ke Mahkamah Agung dan pada 26 September 2018 lalu, MA memutuskan Baiq Nuril bersalah. Nuril dijatuhi 6 bulan penjara dengan denda 500 juta, jika denda tidak dibayar maka akan digantikan dengan pidama kurugan 3 bulan penjara.
Tentu kasus ini menuai banyak kritik dari berbagai macam pihak. Banyak yang menilai bahwa kasus ini sangat tidak adil dimata hukum. Seorang korban pelecehan dipenjara, sedangkan tersangka bisa bebas menghirup udara segar. Putusan kasasi menyatakan bahwa Nuril telah mentransmisikan rekaman suara dirinya dengan Muslim, padahal faktanya temannya lah yang memindahkan rekaman itu. Kritik juga ditujukan kepada berlakunya UU ITE di Indonesia yang sudah ada sejak beberapa tahun yang lalu namun pengaruhnya baru telihat sekarang ini, apalagi karena berkembangnya teknologi.
Sebelumnya, apa itu UU ITE? UU ITE merupakan UU yang mengatur tentang informasi serta transaksi elektronik, atau teknoogi informasi secara umum dan UU ini mencakup beberapa materi, salah satunya tentang konten ilegal, yang terdiri dari, antara lain: kesusilaan, perjudian, penghinaan/pencemaran nama baik, pengancaman dan pemerasan (Pasal 27, Pasal 28, dan Pasal 29 UU ITE).
Sehingga orang bisa dengan mudah sekali melaporkan seseorang dengan bukti mencemarkan nama baik di medsos. Walaupun UU ITE sudah di revisi, tapi masih banyak juga yang beranggapan bahwa dengan adanya UU ITE menyebabkan pembatasan kebebasan berekspresi seseorang sehingga akhirnya masyarakat bungkam,takut untuk menyuarakan pendapatnya tentang ketidakadilan. Dengan ini, UU ITE bisa saja menimbulkan penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power).
Melihat dari kasus Baiq Nuril, peribahasa "tumpul keatas tajam kebawah" sangatlah cocok, dalam kata lain hukum selalu memihak kaum atas yang seakan-akan selalu benar, sedangkan kaum bawah selalu salah dan dirugikan. Dengan ini membuktikan bagaimana keadaan hukum di Indonesia yang timpang sebelah saat berhadapan dengan kaum kelas bawah vs kaum kelas atas.
Seharusnya peraturan ataupun undang-undang yang dibuat mempertimbangkan asas kemanusiaan, keadilan dan kebenaran yang seimbang. Jangan menutup sebelah mata terhadap ketidakberdayaan seseorang seperti Baiq Nuril yang juga merupakan seorang ibu yang juga merupakan korban pelecehan seksual atasannya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H