Lihat ke Halaman Asli

Alexander Philiph

Buruh Pemerintah RI di BPKP || Founder PeopleTalkPeople || Pengamen & Tukang Potret di Jalanan || Gamer || Penulis Lepas

Apapun Keputusan MK adalah Blunder

Diperbarui: 18 Juni 2015   04:16

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

14073012411638147632

Menyimak proses pengajuan gugatan kubu Prabowo-Hatta terhadap instansi Pemerintah yang independen (KPU) pada hari Rabu 06 Agustus 2014 dengan Nomor Perkara 01/PHPU.PRES/XII/2014. Keputusan itu sendiri akan diketuk palu paling cepat pada 22 Agustus 2014 atau seminggu untuk masa kerja dan empat hari untuk menyiapkan serta menganalisa keputusan. Dalam sidang ini KPU dan Bawaslu lah yang seharusnya bertanggung jawab pada apapun hasil keputusan dari MK ini serta kedua pasangan yang bertanding pada 9 Juli lalu, harus menerima setiap amar keputusan dengan lapang dada. Tapi bagi setiap relawan baik di pihak Prabowo maupun Jokowi sama-sama tidak bisa menerima dengan matang apapun keputusan yang di hasilkan. Apalagi di pihak relawan Jokowi yang secara de facto sudah ditetapkan menjadi Presiden Terpilih namun secara hukum belum dinyatakan sebagai sesuatu yang absolut dikarenakan ada permohonan gugatan Pilpres yang di goyang-goyang dari pihak Prabowo. Yang harus dipikirkan pula walaupun hasil akhir MK tetap mempertahankan keputusan KPU, kita harus lihat kubu Prabowo pun pasti tidak akan bisa menerima. Kenapa? Coba anda lihat pidato Prabowo dengan berbaju putih dan berpeci hitam yang dirilis di Youtube beberapa hari yang lalu, tetap akan berjuang dengan keadilan menurutnya, mengumpulkan barisan massa dari sekedar diskusi 5-6 orang. Apalagi Tim Merah Putih dari kubu PKS dan Golkarnya (ICAL)yang begitu ngotot tetap membela Prabowo, bisa jadi gerbong terakhir andalan mereka untuk masuk ke jalur kekuasaan. Kalau Prabowo tidak bisa menjadi Presiden, PKS dan Golkarnya (Ical) siap-siap lima tahun tersingkir dari kursi-kursi empuk Kementerian, Badan/Lembaga, Duta Besar, Staff Ahli, dsb yang berhubungan denga posisi Kepemerintahan.

Pasangan nomor urut 1 yang menggugat hasil pilpres yang telah ditetapkan KPU karena telah terjadi pelanggaran masif, terstruktur, dan sistematis itu juga merupakan tindakan pembodohan dan tindakan cerdas. Kenapa bodoh? Seharusnya proses sengketa pemilu nasional di selesaikan di tahapan-tahapan awal. Mulai dari TPS awal, Kelurahan, Kecamatan, Kabupaten/Kota, dan Provinsi. Dimana posisi tawar saksi mereka?? Dan kenapa juga cerdas?? Karena Prabowo-Hatta masih mengingat bahwa hukum sebenarnya membebaskan, ada celah dimana kekuasaan masih bisa direbut walaupun harus menginjak kepala Pemerintah dengan menyingkirkan KPU karena gagal.

Mari kita lihat beberapa kemungkinan-kemungkinan keputusan Mahkamah Konstitusi.

1.Permohonan tidak dapat diterima apabila Pemohon dan/atau permohonan tidak memenuhi syarat sebagaimana dimaksud pemohon.

2.Permohonan dikabulkan apabila permohonan terbukti beralasan dan selanjutnya Mahkamah menyatakan membatalkan hasil penghitungan suara yang ditetapkan oleh KPU/KIP provinsi atau KPU/KIP kabupaten/kota, serta menetapkan hasil penghitungan suara yang benar menurut Mahkamah.

3.Permohonan ditolak apabila permohonan tidak beralasan.

Dalam point pertama dan ketiga bisa dikarenakan blunder, karena selisih jumlah suara antara Prabowo dengan Jokowi tidak besar, hanya terpaut 3.15% dari angka 50%. Artinya 46.85% yang mendukung Prabowo tentunya pasti akan mempergunakan cara negatif untuk melawan keputusan MK. Kenapa negatif? Seharusnya Kubu Prabowo-Hatta sadar bahwa keputusan MK itu Final dan tidak dapat diganggu-gugat, apalagi cara yang dipergunakan itu mengerahkan massa, mengepung Gedung DPR/MPR bahkan Istana Presiden dengan demo unjuk rasa seperti tahun 1998 (Masih ingat komentar Egy Sudjana? Yang menyatakan bahwa Prabowo adalah Presiden Pilihan Rakyat yang benar). Cara yang paling negatif dan mengerikan jika menggunakan cara-cara Premanisme, perlu diingat di belakang Ormas pendukung Prabowo adalah ormas-ormas yang terlibat premanisme dan sering diungkapkan oleh media-media dan kita sudah tahu itu.

Bagaimana dengan point yang kedua? Jika permohonan kubu Prabowo-Hatta diterima oleh MK. Yang pertama harus malu adalah Pemerintah sekarang yang masih dipimpin oleh Presiden RI Bapak SBY, terutama Partai-partai pengusung SBY. Artinya KPU sebagai lembaga yang di danai APBN (milik Pemerintah walaupun Independen) gagal menjalankan proses demokrasi yang paling utama di negara ini yakni Pemilihan Presiden selain Pemilihan Legislatif. Nama SBY tercemar karena gagal memimpin proses demokrasi di akhir jabatannya. Dan ada lagi, jangan kita lupakan para relawan-relawan Jokowi yang tadinya sudah yakin calonnyalah yang terpilih menjadi Presiden, euforia mereka. Belum lagi mereka juga akan meneriakkan ketidakadilan karena MK tidak memperhatikan jumlah selisih suara mereka.

Nah lo? Apapun keputusan MK tetap saja blunder kan??

Tinggal bagaimana kita sendiri menanggapinya? Apa yang seharusnya kita lakukan sebagai warga negara yang baik. Hanya bagi saja cukup gunakan Hati Nurani akan terlihat kebenaran-kebenaran itu walaupun absurd.

Salam Damai dan Demokrasi!!

Salam Lima Jari untuk menampar mereka yang menggunakan praktek-praktek tidak benar!!

Alexander Philiph (Orang Bebas yang memilih Orang Baik)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline