Lihat ke Halaman Asli

Alexander Philiph

Buruh Pemerintah RI di BPKP || Founder PeopleTalkPeople || Pengamen & Tukang Potret di Jalanan || Gamer || Penulis Lepas

Cukup Membully Florence Sihombing, Jangan Dipenjarakan!!

Diperbarui: 18 Juni 2015   02:09

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1409304221543225855

CUKUP MEM-BULLY FLORENCE SIHOMBING, JANGAN DIPENJARAKAN!!

Siapa yang tidak mengenal Florence Sihombing, karena statusnya di Path pada Rabu (27/8/2014) dengan tulisan pertama "Jogja miskin, tolol, dan tak berbudaya. Teman-teman Jakarta-Bandung jangan mau tinggal Jogja," ditambah lagi dengan jawaban dalam menanggapi komentar teman jejaring sosialnya. Bahkan di jagad media sosial twitter pun ia memaki dan mengatakan hal buruk tentang Jogja. Ia mengatakan bahwa Jogja itu membosankan dan Jogja Sucks bahkan sambil menyebut nama Sultan Hamengku Buwono X selaku gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta. Buly habis-habisan menimpa pada dirinya. Proses Florence menghina ini dimulai dari kejadian saat ia akan mengisi BBM jenis Pertamax 95 karena begitu banyak antrian di BBM subsidi di SPBU Lempuyangan. Tapi petugas pengisi bahan bakar tersebut menolaknya bahkan menyuruhnya untuk mengantri bersama dengan para pengguna motor yang lainnya sambil pengendara motor yang lain ikut menyorakinya. Alasan ia membeli BBM non subsidi dalam status pathnya karena dia mampu untuk membeli ditambah alasan lain karena dirinya tergesa-gesa ingin pergi ke dokter (berita dilansir OkeJoss.com saat ada Pers Conference yang dilakukan oleh Kuasa Hukumnya) bagi saya apapun alasannya entah bohong atau tidak hanya Florence dan sang pengisi BBMlah yang tahu. Apa yang dia perbuat menunjukkan dia bertanggung jawab sebagai warga negara yang saat Pemerintahan Transisi ini dilema dalam kondisi menaikkan harga BBM bersubsidi yang mungkin saja banyak masyarakat atau lawan politik dari Presiden Terpilih Joko Widodo akan menolaknya. Satu sisi yang lain lagi para pengendara kendaraan bermotorpun kadang tidak tahu diri, banyak yang mampu secara finansial untuk membeli BBM non subsidi malah membeli yang bersubsidi. Kenapa petugas SPBU tidak memberikannya?

Namun sayang seribu sayang perbuatan positif yang dilakukannya yang seharusnya bisa menjadi contoh masyarakat lain ternodai dengan tindakan negatif yang Florence lakukan sendiri, ia menuliskan tulisan curhatannya dengan nada pencemaran bagi masyarakat Jogjakarta. Begitu banyak mention di twitter, photo pribadinya yang di edit, status di facebook, ataupun di jejaring sosial membalas secara membabi-buta. Bahkan tadi malam (28/08)  menjadi top world wide di twitter. Nada-nada penghinaan kembali dengan nada yang sangat kasarpun ada. Adapula yang mengancam akan mencarinya bahkan menghabisi nyawanya.

Cara yang dilakukan Florence memang salah besar, melakukan penghinaan secara tidak langsung kepada masyarakat Jogjakarta. Sudah sepantasnya Florence mendapatkan cacian ataupun makian di jejaring sosial. Tidak hanya di bully saja dalam berita TRIBUNNEWS.COM, YOGYAKARTA (29/08) Florence yang juga sedang kuliah S2 FH UGM ini resmi dilaporkan ke Polda DIY, oleh LSM Jangan Khianati Suara Rakyat (Jati Sura) yang didampingi oleh kantor advokat Erry Suprianto, pada Kamis (28/8/2014). Laporan tersebut resmi diterima SPK Polda DIY pukul 17.30 WIB dengan nomor laporan STBL/644/VIII/2014/DIY/SPKT. Bagi LSM Jati Sura, Florence melakukan tindakan tentang penghinaan, pencemaran nama baik, dan provokasi mengkampanyekan kebencian dan melanggar UU ITE Nomor 11 tahun 2008. Ancamannya pun tidak main-main,  Florence ia bisa diancam hingga 6 tahun penjara dan denda Rp 1 Miliar.

Secara pribadi apa yang dilakukan LSM JatiSura seharusnya tidak sampai kepada ranah kepolisian. Florence sudah menghalami hukuman yang sangat berat di sangsi sosial, tekanan mental bisa saja sudah ia dapatkan. Akun Facebook dan Twitternya pun sudah menghilang begitu saja. Apakah benar LSM JatiSura benar-benar mewakili warga Jogjakarta bahkan mewakili Sri Sultan? Adakah kepentingan lain di dalamnya? Hanya LSM Jati Sura yang tahu apa motivasinya. Ingat Florence sudah meminta maaf kepada publik bahkan Komunitas Batak di Jogjakarta pun ikut memintaa maaf.

Kepolisian pun harus jeli jangan sampai mengkriminalisasi gadis muda ini yang seharusnya masih panjang berproses dalam kehidupan. Kepolisian harus melihat ini sebagai kasus yang bisa terjadi bagi siapapun anak-anak muda yang sedang mengalami fase gampang berubahnya luapan emosi. Emosi atau sebuah sikap / perbuatan dari luapan sikap emosional atau temperamental yang ada pada diri nya tidak dapat lagi untuk ditahan / dibendung, emosional yang berlebihan dan hasilnya berdampak buruk bagi kehidupannya dan serta luapan emosi yang telah keluar tersebut akan membuat orang sekitar akan merasa dirugikan, Kepolisian juga harus bisa melihat bahwa Florence merasa terganggu dengan tindakan petugas SPBU dan warga disana yang menghinanya saat peristiwa itu terjadi.

Peristiwa ini bisa saja terjadi bukan kepada siapa saja? Tidak hanya Florence saja.

Bukan berarti saya membela apa yang dilakukan Florence bisa dilakukan bagi siapa saja, saya menilai dari sisi “memanusiakan manusia”, ia sudah mendapatkan hukumannya. Bukan berarti karena saya orang Batak membela sesama suku saya. Kita harus melihatnya dari sisi yang lain,

•           Penyebab yang lain adalah ada suatu kemarahan besar yang Florence simpan karena perlakuan tidak adil dari seseorang padanya, dan ia tidak bisa mengeksresikan perasaan marah pada orang tersebut karena mungkin dia lebih punya kedudukan dan sebagainya. Sebagai pelampiasannya akhirnya  secara tidak ia sadari jejaring sosiallah yang menjadi tempatnya.

•           Secara umum penyebab marah berlebihan adalah marah yang ditekan yang tidak terekspresikan, bisa disebabkan juga karena maresa diabaikan, perasaan tidak aman. merasa tidak dihargai dll.

Sudah cukuplah, biarkan Florence Sihombing memulai kehidupan barunya kembali dengan semangat perubahan pasti akan mengalami kematangan dalam kehidupannya.

Kita semua mencintai Florence Sihombing.

Penulis : Alexander Philiph Sitinjak

Trainer di Lembaga Pelatihan SDM We Are Radici.

140930439285430780





BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline