Lihat ke Halaman Asli

Alexander Gunawan

Pelajar SMA Kolese Kanisius

Ekskursi Agama 2024: Mengenal Arti Bersyukur

Diperbarui: 19 November 2024   00:14

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Mengaji Bersama (Sumber: Dokumentasi Pribadi)

Mencari Arti Bersyukur

"Saat Anda bangun di pagi hari, bersyukurlah atas makanan dan kegembiraan hidup. Jika Anda tidak melihat alasan untuk mengucap syukur, kesalahan hanya terletak pada diri Anda sendiri."---Tecumseh


Syukur. Syukur berarti ungkapan rasa terima kasih dan pengakuan atas segala nikmat yang telah diberikan oleh Allah. Dibalik definisinya yang sederhana, aksi untuk bersyukur sulit sekali untuk dilakukan.

Tindakan bersyukur bukan sulit dilakukan karena tidak pernah diajari atau diperkenalkan kepada masyarakat, terutama kepada anak-anak sekolahan. Toh, dalam pelajaran Bahasa Indonesia, atau Agama, mulut guru-guru bidang studi tersebut sudah sampai berbusa karena menerangkan arti kata bersyukur. Secara sederhana, tindakan bersyukur sulit untuk diwujudkan karena seringkali dianggap sebagai suatu hal yang berlebihan. Tindakan untuk bersyukur seringkali dianggap sebagai suatu tindakan yang klise, seakan-akan tindakan tersebut tidak penting dan tidak ada pengaruhnya bagi kehidupan manusia. Nampaknya, untuk memperbaiki persepsi benar terkait kata "bersyukur", perlu ada agenda tersendiri bagi masyarakat, dalam konteks ini setidaknya anak-anak sekolahan yang harapannya, pola pikirnya masih relatif lebih mudah untuk dibentuk.

Pagi itu, tepatnya pada pukul 07:30 WIB, perjalanan yang mengajarkan arti kata bersyukur kepada 24 siswa kelas 12 Kolese Kanisius Jakarta dimulai. Rombongan remaja itu akan berangkat ke Pondok Pesantren Modern Daruul Ulum Lido di Cigombong, Bogor, dan akan berdinamika bersama teman-teman santri dari pondok pesantren tersebut selama 3 hari 2 malam. Perjalanan menuju Bogor memakan waktu dua jam. Sebagian merasa semangat, sebagian lain merasa malas, ada yang merasa cemas, ada pula yang merasa kesal. Sebagian beragama Katolik, sebagian beragama Kristen, ada yang beragama Buddha, dan ada yang beragama Islam. Sebagian merupakan keturunan Tionghoa, sebagian lain Suku Jawa, ada pula yang suku Batak. Begitulah kurang lebih atmosfer gerombolan remaja yang cara pandangnya tentang arti kata "bersyukur" akan berubah.

Sesampainya di Pondok Pesantren Modern Daruul Ulum Lido, para siswa disambut dengan senyuman ramah dari para Kyai, ustad, dan anggota Hasidah (OSIS) pesantren. Mereka juga menyambut kami dengan permainan gendang yang memukau di aula. Dalam sambutannya, Pak Kyai menekankan pentingnya memelihara hubungan baik antar umat beragama. Beliau menyatakan bahwa kehadiran kami adalah bukti nyata dari toleransi, saling mendukung, dan membangun hubungan harmonis antara orang-orang dengan keyakinan yang berbeda. Sambutan hangat ini menandai awal yang ideal untuk eksplorasi dan pembelajaran kami tentang kehidupan di pesantren, menjadikan pengalaman ini bukan hanya momen toleransi tetapi juga perayaan atas keberagaman.


Terbentur, Terbentur, Tersadar


Setelah sambutan, para siswa langsung dibagi-bagi menjadi beberapa kelompok, yang juga menjadi kelompok kamar tidur mereka. Jujur, saya merasa sangat tidak nyaman dengan kamar saya. Alasannya sederhana, perbedaan budaya akan "kamar" menimbulkan rasa ketidaknyamanan saya ini. Meski begitu, saya tetap berusaha untuk beradaptasi dengan lingkungan yang baru ini, sehingga dapat menyelesaikan rangkaian kegiatan sampai selesai. 

Setelah dibagi berdasarkan kamar, para siswa diperbolehkan untuk beristirahat dan bersiap-siap untuk makan. Lagi-lagi, saya merasa tidak nyaman dengan cara makan di Pondok Pesantren, karena budaya tempat makanan yang berbeda dengan kehidupan sehari-hari saya, Namun, lagi-lagi saya berusaha untuk beradaptasi dengan budaya makan yang mungkin cukup berbeda dengan saya, supaya saya dapat benar-benar menghidup cara hidup santri.

Setelah beristirahat dan makan, kami diajak membersihkan diri dan bersiap menuju masjid untuk menyaksikan santri melaksanakan shalat Maghrib. Saya sangat kagum melihat kedisiplinan mereka; begitu azan terdengar, mereka segera menuju masjid tanpa paksaan. Setelah shalat Maghrib, acara dilanjutkan dengan sholat Isya dan pembacaan Al-Qur'an. Saya terkesan dengan kemampuan mereka membaca Al-Qur'an dengan lancar dan suara yang merdu.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline