Lihat ke Halaman Asli

Aletheia

Pelajar di SMP Alam Planet Nufo, Rembang, Jawa Tengah

Tumaninah Paling Serius

Diperbarui: 13 Juli 2022   18:04

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

kompas.tv

Ertiga kelabu terus meroda laju, stagnan, melibas debu-debu jalanan beraspal yang terus melanglang buana di atmosfer, seraya menggiring kami menuju bibir Kabupaten Pati di siang nan terik tersorot mentari. 

Padahal, aku mendamba gumpalan awan kumulus yang akan setia meneduhi teramat besar, namun entah mengapa cakrawala bak tersapu bersih dari harapanku, prakarsa pawana yang berhilir mudik tiada jemu. Andai saja langit berpihak padaku, kan teramat elok hariku.

Setidaknya, Kabupaten Pati berkenan menabur pengalaman segar untukku kini. Sudah saatnya untuk melebur ke dalam ingar bingar kemajemukan budaya dan sifat, yakni khalayak masyarakat. 

Kadung menjadi kewajiban mutlak bagi seorang santri untuk bersyi’ar baik di tengah pelik. Oleh karena itu, kami dipulangkan. Menuju masyarakat, jamaah, agar saling bermanfaat.

Bandung menjadi tujuanku, sedang prospek kesehatan masih terus berjalan. Berbagai opsi usai kurabuk kembali, mulai berkoordinasi bersama karib kerabatku di Bandung, merancang validasi vaksin yang sudah tersertifikasi, hingga memilih transportasi yang hendak kugunakan setibanya waktu perpulangan nanti. 

Ada kereta, bus, dan travel, opsi yang buatku kalut. Atas berbagai pertimbangan Ayah, Bunda, dan juga keluarga Sodiq, temanku, aku terpaksa dilarikan ke opsi travel.

The power of channel, melibatkan keluarga Sodiq dalam petualanganku menempuh alur perpulangan tahun ini. Wujud nyata dari faktor kesuksesan nomor tiga, “pandai bergaul” bunyinya. 

Sebuah kebetulan, ibunda Sodiq memiliki jaringan dengan sebuah jasa transportasi di Semarang, sehingga Sodiq memberi rekomendasi yang tepat kepadaku satu hari sebelum perpulangan tiba, syukurlah. Pada akhirnya, aku singgah di Pati, kampung halaman ibunda Sodiq, tempat mbah utinya bermukim.

Beliau tinggal di rumah Joglo khas Yogyakarta yang cukup luas. Teduhnya serambi depan dipermolek dengan tetumbuhan perkasa yang bergantung pada pot-pot besar, rembusai dedaunan bambu berbaris rapi di hadapan, serta merta kerbau tua yang berbaring di sampingnya sembari mengunyah hasil aritan majikannya. 

Tidak cukup sampai di situ saja, bahkan di balik pepohonan bambu itu terdapat hamparan luas pesawahan hijau, segar, nuansa kekolotan tradisional masih mengakar dengan beberapa gubuk yang dialih fungsikan sebagai lumbung padi di tengah-tengahnya. Skenarium ini, benar-benar paripurna.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline