Lihat ke Halaman Asli

Aletheia

Pelajar di SMP Alam Planet Nufo, Rembang, Jawa Tengah

Dua Setengah Jam

Diperbarui: 1 Juni 2022   12:03

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

                Tiada kata terlambat bagi dirgantara gelap kelabu untuk kian membiru, sehingga hanya biru bayi yang terhampar luas kala kepala kita mendongak ke atas. Laskar kelelawar pun menghentikan penerbangan mereka sejenak, bergilir dengan burung-burung kecil yang sengaja menutup jam tidur mereka, bertengger di atas dahan pepohonan jalan, membiarkan kesadarannya terkumpul prima, sembari mengawasi keadaan sekitar. Terus, sampai sang fajar berani menyingsing pendarnya di ufuk timur.

            Tak usah peduli dengan arus balik lebaran yang super padat, karena kobaran semangat insan bernyawa di Kota Bandung kuasa melumat hebat. Terbukti dengan keramaian akbar di jalan utama Soekarno-Hatta pagi ini. Para penglajo dengan dagangan siap laris mereka, para pegawai berdasi dengan jam terbang penuh mereka, para penarik kendaraan umum, becak, bentor, angkot, dengan para penumpang berotak kalut.

Semuanya terlihat sibuk memenuhi pelupuk mata, disusul dengan kicauan koloni burung-burung kecil yang berbahagia di bawah moleknya golden hour. Menurutku, terkadang, menjadi cergas dan cekatan itu adalah suatu kebutuhan. Karena kehidupan diri, keluarga, pada dasarnya manusia, bergantung pada kepiawaian insan dalam mengutuk rasa malas dan enggan. Menjadi motif derasnya peluh mereka berderai.

            Seperihal dengan Avanza kelabu tua berplatkan Kota Padang ini, berbaur dengan para penafkah juang di atas jalan padat beraspal yang sama. Dengan raut gembiranya, Ayah nampak tak terusik dengan kemacetan di hadapannya. Malah betah dalam lamunannya, melilau skenarium hiruk pikuk Kota Bandung via jendela kokpit, dan pupil matanya sesekali membuntuti para pejalan kaki yang kebetulan menyebrang di depan matanya. Bingung mulai merundungku.

            Destinasi yang kelabu akan kupertajam dengan tanya yang cergas kulontarkan.

            “Ayah, pagi ini kita mau kemana?”

            “Kita hendak membesuk teman Ayah, Bang. Dia orang hebat,” jawab Ayah runtut, meskipun matanya enggan beranjak barang sejenak.

            “Oh. Siapa namanya, Yah?” tanyaku basa-basi, membuat mata Ayah sedikit tergubris.

            “Mas Anas Urbaningrum, Bang,” jawab Ayah singkat. Giliran aku yang bergeming.

            Anas Urbaningrum? Nama yang familiar sekali di pendengaranku. Seperti pernah terdengar di suatu tempat, namun entah di mana. Mendatangi di satu waktu, namun entah kapan. Ah, bingung kembali merundungku.

            “Mm.. Om Anas itu yang pernah masuk televisi tahun 2014 itu bukan, Yah?” tanyaku memastikan. Kini, Ayah menoleh ke arahku.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline