Suatu kali saya bersama seorang teman berjalan-jalan ke tempat paling ramai di Jogja, Malioboro. Ketika menyusuri salah satu gang di tempat itu, kami berpapasan dengan seorang pria yang berpakaian sangat rapi. Ia mendekati kami dan mengatakan bahwa di ujung gang yang akan kami lalui ada seorang pengemis yang sedang duduk dan meminta-minta.
Ia menasihati kami agar jangan memberikan uang ketika bertemu pengemis itu, karena menurutnya banyak pengemis di tempat itu yang hanya berpura-pura. Mereka hanya memanfaatkan kebaikan orang saja. Secara ekonomi, mereka sebenarnya sama sekali tidak berkekurangan.
Kami mengangguk mendengar nasehat orang itu dan melanjutkan perjalanan. Di ujung gang itu kami benar-benar bertemu seorang pengemis. Ketika melihat kami, pengemis itu langsung menyodorkan kotak kecil di tangannya ke hadapan kami.
Meski masih ingat pesan pria tadi, kami tetap memasukkan dua lembar uang ribuan ke kotak itu karena tergerak melihat kondisi pengemis itu yang sangat memprihatinkan. Sang pengemis hanya membungkuk dan tersenyum memandang kami. Tanda terimakasih.
Bagi pria tadi kami mungkin telah melakukan kesalahan besar. Bahkan dia akan mengejek kami dan menganggap kami bodoh karena telah memberi pada pengemis itu.
Pria itu mungkin benar. Tetapi coba bayangkan, jika semua orang berpikiran seperti itu, apa yang akan terjadi dengan orang-orang yang memang hanya bisa menyambung hidupnya dari mengemis..? Apakah mereka yang benar-benar miskin masih bisa melihat hidupnya sambil tersenyum.?
Jika kita beranggapan bahwa semua pengemis itu sama, berpura-pura miskin untuk memanfaatkan kedermawanan orang lain, apa yang akan terjadi dengan mereka yang benar-benar menderita dan butuh pertolongan kita.? Bukankah kita sedang membunuh mereka.? Lagipula, selembar uang ribuan yang kita berikan kepada pengemis tidak akan langsung membuat dia menjadi kaya dan kita seketika menjadi miskin.
Atau, apakah kita cemburu terhadap pengemis.? Bukankah kita kadang tidak benar-benar tahu siapa pengemis yang 'jujur' dan siapa yang 'bohong'..?
Saya pernah membaca biografi dari salah seorang tokoh suci dari Spanyol bernama Antonio Claret. Ketika teman-temannya memperingati dia agar jangan terlalu berbuat baik kepada orang miskin karena mereka hanya menyalahgunakan kebaikannya, ia menjawab: "Adalah lebih baik mereka memperoleh keuntungan dariku, daripada meninggalkan mereka khususnya mereka yang perlu dibantu."
Saya bersyukur pernah memberi kepada pengemis. Persoalan pengemis itu benar-benar miskin atau hanya berpura-pura bukan hal yang terlalu penting buat saya. Setidaknya tindakan saya memberi itu bukanlah tindakan tercela.