Oleh Abdullah Sammy
Sebulan terakhir ini, nama Erick Thohir dikaitkan-kaitkan dengan sejumlah isu. Dari namanya disangkutpautkan dengan bisnis PCR hingga dituding sibuk pencitraan untuk 2024. Tak cukup sampai di situ, muncul kemudian massa tidak dikenal mendemo gedung KPK. Muncul pula deklarasi relawan Luhut-Erick sebagai pasangan capres-cawapres. Yang terbaru muncul orang tak dikenal dengan mencatut nama Kawan Erick datang ke KPK untuk meminta sejumlah tokoh diperiksa.
Sulit untuk tidak menduga bahwa segala isu ini memiliki keterkaitan. Jika memakai teori konspirasi maka otak intelektual maupun sponsor yang memfabrikasi isu-isu itu adalah pertanyaan yang menarik untuk dijawab. Sebagai bukti yang memperkuat adanya konspirasi, muncul billboard besar di Tangerang Selatan yang berisi seruan agar Erick dipecat. Sebagai gambaran, biaya untuk memasang baliho itu berkisar antara puluhan hingga ratusan juta.
Jadi, sulit mengelakkan fakta bahwa ada pihak-pihak yang mendanai aksi itu. Namun kemudian pertanyaannya siapa dan untuk apa?
Untuk menjawab pertanyaan itu kita bisa menggunakan teori motivasi. Yorks (2001) menyebut motivasi sebagai kekuatan yang mampu mendorong atau menggerakkan seseorang untuk memenuhi keinginannya. Menurut Dessler (2006) motivasi berasal dari keinginan yang tidak tercapai.
Oleh karenanya, secara psikologi motivasi seseorang untuk melakukan sesuatu dapat dipantik hasrat negatif. Akibat sesuatu tidak tercapai, seseorang jadi memiliki motivasi untuk menjatuhkan. Teori ini saya ingin kaitkan dengan konteks mengapa Erick kini diserang. Dari sejumlah fakta kronologis, kita patut menduga bahwa siapa aktor yang menyerang Erick adalah pihak yang memiliki hasrat akibat keinginannya tidak atau belum terpenuhi. Dalam bahasa sederhana, pihak-pihak yang selama ini periuk nasinya terancam oleh kebijakan bersih-bersih Erick.
Secara spesifik, jejak digital dapat membuktikan teori ini. Erick sejatinya sudah mendapat serangan sejak hari pertama duduk di kursi Menteri BUMN pada 22 Oktober 2019. Baru juga ngantor sehari, Erick sudah diserang tudingan konflik kepentingan. Padahal membuat kebijakan pun belum! Serangan kepada Erick dilakukan via operasi media. Rekam jejaknya masih mudah didapati secara digital.
Fabrikasi serangan, fitnah, dan pencitraan negatif pada Erick semakin menjadi setelah eks Presiden Inter Milan ini membuat sejumlah kebijakan di Kementerian BUMN.
Gebrakan Erick dimulai dengan membongkar alur birokrasi Kementeriannya menjadi lebih ramping. Dia pun meminta seluruh direksi dan komisaris BUMN untuk menjalankan kesepahaman soal core value maupun indeks kinerja (KPI). Dalam kesepahaman itu ditegaskan bahwa setiap direksi dan komisaris yang tak sesuai standar etika dan performa akan otomatis dicopot. Beberapa petinggi BUMN pun langsung bertumbangan.
Tanpa segan Erick memecat direksi BUMN yang nakal. Mulai dari Garuda hingga Kimia Farma Diagnostik. Erick pula yang punya nyali membongkar sejumlah skandal besar yang selama ini terjadi di BUMN. Ini seperti skandal Jiwasraya dan Asabri.
Tak sedikit memang yang gerah dengan sepak terjang Erick yang berani itu. Tak heran serangan dan fitnah kerap dialamatkan pada Erick. Mulai dari serangan yang sifatnya politik dengan sandiwara deklarasi relawan Erick sebagai capres. Ada pula fitnah terkait sejumlah isu.