Saya pernah mendengar cerita tentang mantan terindah dari orang yang sudah sangat tua hingga anak muda yang menitikkan air mata saat terbayang dan terngiang tentang hubungan cinta masa lalu yang indah.
Cerita yang mengalir dari lidah yang biasanya kaku tapi kali itu sungguh ajaib lancar mengutarakan cerita yang memang membuat suasana hatinya hidup walau cerita itu sudah berulang-ulang dilantunkan dengan versi yang sama.
Pendengar mungkin saja bosan mendengar cerita yang berulang itu tapi karena menghargai seorang teman yang lagi mencurahkan uangkapan hatinya, orang yang menjadi pendengar yang baik ini menjadi sahabatnya yang paling mengerti dirinya yang susah move on dari si Mantan Terindah. Begitu sih pengakuannya.
Ketika mengingat cerita dari seorang sahabat, saya, dengan keahlian detektif kocak, tergeltik ingin mencari perasaan-perasaan yang menyelinap kedalam diri seorang yang sulit Move On dari Mantan.
Saat saya Tanya pada seorang dari mereka, "Dari semua mantanmu dan yang kamu jalani saat ini mengapa Mantan yang satu ini lebih bersinar di hati mu..?". Lalu dia menjawab, "itu sama dengan bintang-bintang yang ada dilangit, meski banyak Cuma satu yang paling bersinar".
Serius saya mual mendengar puisi si pujangga dadakan ini. Lantas saya nyalakan rokok sembari mencicipi kopi buatanya yang terasa pahit karena gula lupa dimasukkan. Keasyikan bercerita jadi biang keladi.
Lantas saya balas bertanya, " Bintang apa yang paling bersinar dari bintang lainnya..?".
Lalu di jawabnya, "Matahari, dia pernah menjadi matahari yang menyinari hati ku".
Dalam hati saya mengira, orang yang berbicara tentang perasaan cintanya, logika akan mengalami putus nyambung. Masa iya matahari disebut bintang padahal sudah dinamai matahari. Apa mungkin matahari itu sejenis bintang yang lebih bersinar dari sejatinya bintang. Saya hanya terkejut dengan ungkapan-ungkapan yang tidak biasa ditemukan jika cuma menggunakan logika berpikir saja. Sentuhan hati ternyata bisa membuat ungkapan sederhana namun sangat puitis.
Akhirnya, pikiran saya teringat kepada seorang penulis Psikoanalisa yang bernama Erich Froom. Dalam bukunya yang berjudul The Art Of Love.
Erich menyebutkan awalnya manusia berada pada kondisi terasing. Hubungan cinta membawanya keluar dari keterasingan dan menjadikannya manusia seutuhnya dengan perasaan yang hidup penuh dengan warna warninya. Kebahagiaan, kesenangan dan ketenteraman dalam hidup dapat dirasakan. Manusia menemukan nilai yang berharga dari kehidupan yaitu cinta yang menjadi alasan kita untuk hidup.