Lihat ke Halaman Asli

Aldriyety Merdiarsy

Menulis, Puitis tapi tidak Pulpitis

Omong Kosong Hari Kartini

Diperbarui: 21 April 2020   23:48

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

“Perempuan itu yang penting jago di dapur dan di kasur”, ucap seorang guru Bahasa Inggris  di tengah kegiatan belajar mengajar di dalam ruang kelas sebuah Sekolah Menengah Pertama.

21 April dirayakan sebagai hari Kartini. Harapannya dengan ini, masyarakat Indonesia bisa terus merefleksikan perjuangan RA. Kartini dan pejuang perempuan lainnya dalam menegakan emansipasi wanita. Tapi nyatanya sampai hari ini peringatan hari Kartini hanyalah omong kosong!

Bagaimana tidak? Perayaan yang selalu diulang setiap tahunnya tidak cukup mampu mengingatkan ataupun memumpuk semangat dan pemahaman masyarakat dalam memberi ruang bagi emansipasi. Sampai hari ini masyarakat masih hidup di tengah budaya patriarki yang kental akan diskriminasi terhadap kaum hawa.

Masih banyak perempuan yang hidup dalam kekangan tak mendasar dan takut mengambil langkah besar. Masih banyak perempuan yang ditakut-takuti agar tidak berpendidikan atau memiliki jabatan tinggi. Katanya, jangan sampai membuat minder para laki-laki. Belum lagi masyarakat yang juga mendiskriminasi dan mendiskreditkan perempuan dalam bermimpi. Makanya, bagi saya sampai saat ini hari Kartini adalah omong kosong belaka. Apa yang terjadi saat ini belum sepenuhnya mengandung cita-cita yang sama dengan semangat RA Kartini dan para pejuang emansipasi.

Dimana perempuan masih saja dipandang sebelah mata dan diperlakukan sebagai warga negara kelas dua. Bagaimana sebagian dari masyarakat masih menganggap peran perempuan sebatas di dapur dan di atas kasur. Juga soal fenomena perayaan dan peringatan hari Kartini yang dimeriahkan dengan kegiatan berbau seksisme seperti lomba masak dan berdandan. Ya, perempuan juga masih dipandang sebatas hiasan. Contoh lainya seperti stigma janda yang digambarkan lemah dan kental dengan seksualitas semata. Juga soal keperawanan yang seakan menjadi harga mati dan tanpanya perempuan dinilai tak punya harga diri. Ah yang benar saja!

Peringatan hari Kartini kudunya menjadi momentum bagi kita bersama dalam memberi ruang dan semangat bagi perempuan untuk mengambil peran. Karena perempuan adalah bagian dari masyarakat yang memiliki kedudukan yang sama dan setara dengan laki-laki. Hari Kartini seharusnya menjadi momentum untuk meneriakkan dan mendobrak batasan kolot yang selama ini membelenggu. Momentum bagi para perempuan untuk meledakan potensi dan mengisi ruang-ruang ekspresi. Karena sejarah selalu mencatat bangsa ini tidak pernah dibangun sendiri oleh laki-laki, tapi ada para perempuan yang ikut andil dalam perjuangan ini .

Hentikan segala macam bentuk seremonial omong kosong dari peringatan hari Kartini yang selama ini terjadi! 

Peringatan hari Kartini akan terus menjadi bualan semata selama para perempuan masih hidup dalam diskriminasi patriarki. Sudah waktunya kita bangkit dan membentuk budaya di masyarakat dimana perempuan dapat memaksimalkan peran dalam tatanan keluarga, masyarakat, negara bahkan dunia! Mengajarkan kepada anak-anak kita dan generasi setelahnya tentang hakikat dan semangat emansipasi. Membebaskan para perempuan dari ancaman tanpa arti. Mendorong para perempuan untuk bisa bangkit dan berkreasi.

Maka, kepada seluruh perempuan di seluruh belahan negeri izinkan saya mengucapkan dan menularkan semangat penuh rasa bangga ; “Selamat hari Kartini, Selamat merayakan peran dan mewujudkan mimpi!”

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline