Lihat ke Halaman Asli

Aldo Andrian

Mahluk Hidup

Kisah dari Wanita Penghibur

Diperbarui: 29 September 2024   00:05

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Jean-Claude Gtting  (dokpri)

Di sebuah kota kecil yang berada dekat dengan pegunungan, terdapat pemukiman warga yang sebagian besar ditempati oleh wanita penghibur atau pelacur. Hal itu menjadi daya tarik tersendiri yang hampir tidak akan bisa dimiliki oleh tempat manapun, dan Tuhan mungkin sudah mentakdirkan itu. Kota ini selalu ramai di akhir tahun. Tidak jelas karena apa, mungkin karena sudah masuk musim libur. Tempat itu adalah surga bagi para pria kesepian, pria yang selalu merasakan pahit dalam kisah percintaan, dan surga bagi para pejabat yang suka main perempuan. 

Jika kebanyakan pria datang pada musim libur, para pejabat justru sebaliknya, mereka pergi kesana dikala kota sedang sepi atau dengan kata lain mereka menjauhi musim libur tersebut. Sudah jelas tujuannya, mengapa pejabat itu memilih waktu sepi karena tidak lain dan tidak bukan adalah agar tidak ada yang melihatnya kesana. Sebab jika ada satu orangpun tahu kalau dia berada disana, kabar burung tersebar begitu cepat, dan tidak lama karirnya akan hancur. 

Darmaji, Wali kota Bumiayu. Sudah sebulan ini Darmaji sering bolak-balik ke tempat kotor itu. Sebulan bayangkan. Entah apa yang sedang menimpanya. Ia selalu pergi ke rumah yang sama, yakni rumah milik Lina. Wanita muda yang terjerat akan hutang keluarganya, dan perlu membiayai Ayah yang sedang koma. 

Darmaji datang ketika jam dinding menunjukan pukul 9 dan dia selalu taat untuk pulang sebelum pukul 12 malam. Dia tak pernah sampai menginap. Setelah urusan biologisnya terpenuhi oleh pelacurnya, dia segera pulang mengendarai sedan yang pajak kendaraannya sudah mati 3 tahun kebelakang. Tidak jelas itu miliknya sendiri atau dia hanya menyewa.

Kemarin malam, suara gaduh terdengar, suara itu berasal dari rumah Lina. Nampaknya mereka bertengkar hebat. Entah apa yang terjadi sebetulnya, tetapi yang pasti Darmaji memukul pelacurnya itu, dan dia berkata yang tidak seharusnya kepada wanita itu. 

"Kau hanyalah seorang pelacur! Ikutilah semua yang ku mau! Berapapun yang kau minta akan ku beri. Setumpuk emas yang menggunung pun akan aku berikan kepadamu, asalkan kamu menuruti semua perintahku!" teriak pejabat itu.

"Aku memanglah pelacur Tuan! Aku memang  butuh uang! Tetapi aku tidak akan menuruti perintahmu yang berlebihan, juga menjijikan. Tolong hargai aku selayaknya!"

"Omong kosong. Sebut saja berapa yang kau mau!"

"Aku tidak menginginkan uang lebih! Sudah sana pergi! Aku tidak akan menerimamu lagi wahai tuan yang dermawan! Terimakasih banyak atas uang yang kau berikan! Enyahlah dari hadapanku. Bergegaslah cepat sebelum ramai orang! Selamat tinggal tuan," minta Lina untuk Darmaji segera meninggalkan tempatnya. "Menyebalkan sekali! Aku tahu jika aku hanyalah seorang pelacur. Seorang yang mendapatkan pundi-pundi uang dengan cara yang kotor namun apalah dayaku, yang ku bisa hanyalah mengangkang dan memuaskan seseorang. Aku bodoh, tak berpendidikan, tak mempunyai skill mumpuni selayaknya orang-orang, aku sulit untuk mendapatkan pekerjaan normal. Siapalah aku tuan! Aku tahu aku hanyalah seorang pelacur. Siapalah aku di hadapanmu seorang pejabat yang agung! Tapi ketahuilah tuan bahwa kita mempunyai sedikit kesamaan. Kita sama-sama mencari uang dengan cara yang kotor. Aku dengan caraku, dan kau dengan caramu itu. Mengambil uang negara dengan dalih akan memperbaiki kota dengan dana yang ada namun nyatanya uang yang kau ambil pada akhirnya masuk ke kantong pribadi, ke brangkas-brangkas yang kunci polanya sulit untuk ditebak, ke perutmu yang kian membengkak. Kau gunakan sebagiannya untuk pergi ke tempat pelacuran, menyewaku dan memaksaku melakukan semua hal yang kau mau agar semua fantasi-mu terwujud. Tetapi tuan satu hal yang harus kau ingat! Uang yang ku hasilkan dengan cara kotor ini tidak aku gunakan dengan sia-sia! Semua uang yang ku hasilkan, ku gunakan untuk membayar hutang keluargaku yang menggunung dan untuk membiayai tagihan rumah sakit yang membengkak sebab Ayah ku sedang terkapar di ranjang dengan sangat lama! Ketahuilah itu tuan yang agung dan budiman!" 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline