Lihat ke Halaman Asli

Siapa Kita Ini? (Ngakunya Manusia yang Baik)

Diperbarui: 17 Juni 2015   15:25

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Ketika saya dipanggil oleh atasan di kantor, secara sigap saya langsung menghadap beliau dengan sikap penuh hormat dan mencoba santun. Sikap menghargai dan hormat harus ditunjukan ke atasan agar atasan saya menganggap saya orang baik, penurut dan penuh tanggung jawab.

Masa lalu, saya pernah memarahi anak buah karena datang terlambat yang menyebabkan sebuah rapat pengadaan barang dan jasa di perusahaan real estate batal dilaksanakan. Saya jengkel. Saya memanggil dia dan memarahinya dihadapakan anak buah saya lainnya.  Saya memang tidak maki-maki dia. Namun saya yakin bahwa dia cukup tersinggung  dengan perkatan-perkatan keras (baca: buruk) saya.

Kedua kejadian tersebut membuat saya berpikir, siapa sebenarnya saya ini? Apakah saya ini orang yang santun atau yang suka marah-marah? Apakah sikap saya ini bakal sama jika yang terlambat datang itu adalah atasan saya? Atau malah saya sendiri yang terlambat?

Siapa sejatinya saya ini? Apakah sikap saya dipengaruhi oleh orang lain? Jika YA, siapa yang dapat mempengaruhi sikap kita untuk berbuat baik atau buruk tersebut? Bukankah kita sendiri yang dapat mengontrolnya?

Saya yakin semua pembaca tulisan ini sepakat bahwa memaki-maki orang dengan perkataan buruk itu adalah sikap yang tidak baik. Gak cuma soal itu, terkait hubungan sosial yang membuat orang lain tersinggung dan merasa dirugikan termasuk kelompok yang sama.

Nah… kalau sudah sepakat, mari menanyakan ke diri kita sesungguhnya ada di kelompok mana. Tentunya kita akan berdiri dan mengaku berada pada kelompok yang mempunyai sikap baik.

Pertanyaannya, kepada siapa kita akan bersikap baik? Jawaban mudahnya adalah kepada semua orang. Semua orang tanpa melihat kedudukan dan status socialnya. Kepada atasan kita, kepada anak buah kita, kepada tukang ojeg, kepada istri dan anak kita, kepada semua manusia di bumi ini. Saya pikir itulah sejatinya manusia.

Saya berharap bahwa dengan saya menyadari siapa diri saya sebenarnya, maka saya bisa melakukan penghormatan kepada setiap manusia ciptaanNYA, seutuhnya.

Dan ketika manusia itu sudah tinggal jasadnya, kepada siapa penghormatan itu diberikan? Jasad (fisik) atau rohnya?




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline