Berangkat dari pemilihan ketua dema uin Walisongo Semarang atau bisa sebut pemilwa tahun 2023/2024 kemarin sempat menjadi sorotan bagi media Uin Walisongo Semarang kepada seluruh mahasiswa Uin Walisongo Semarang karena terjadi kejanggalan dalam pelaksanaan pemilihan ketua dema. Dalam pelaksanaan pemilwa kemarin terjadi kejanggalan yang sangat luar biasa karena terjadi otoriterianisme di partai politik kampus Uin Walisongo Semarang yang tidak ada bedanya sama organisasi eksternal di kampus tersebut.
Banyaknya ketidakadilan dalam pelaksanaan pemilihan ketua dema kemarin karena adanya kekuatan otoriterianisme dari organisasi eksternal yang sangat kuat untuk di gulingkan agar menjadi rotasi kekuasaan akan tetapi KPM atau bisa juga di sebut KPU nya kampus Uin Walisongo Semarang yang memulai awal terjadi kericuhan tersebut, karena KPM tidak bisa bertanggung jawab atas tugas dan perannya sebagai panitia pemilihan ketua dema, dikarenakan KPM sudah membuat kesepakatan pada organisasi eksternal kampus untuk memenangkan salah satu paslon.
Permasalahan yang terjadi di KPM sebenarnya sudah bertahun-tahun dari kampus Uin Walisongo Semarang sudah mengetahui yang menjadi presiden dema dari kalangan organisasi eksternal kampus tersebut. Maka dari itu kalangan mahasiswa Uin Walisongo Semarang sudah tidak asing ketika ada pemilihan ketua dema sebagai formalitas belaka namun pemilihan di tahun 2023/2024 berbeda karena ada sebuah partai baru yang sangat tunggangi oleh sekelompok organisasi eksternal yaitu organisasi eksternal yang dari dulu sudah berkuasa di kampus Uin Walisongo Semarang. Sebetulnya di kampus Uin Walisongo Semarang hanya terdapat dua partai saja yang mayoritas anggota nya adalah orang-orang yang ada di organisasi eksternal yang berkuasa nah di tahun 2023/2024 ini ada 3 partai jadi dari pemetaan tahun sebelumnya itu berbeda.
Nah disinilah permasalahan KPM terkuat karena adanya satu partai dari kalangan minoritas seakan - akan partai minoritas ini ketika mengikuti pemilwa selalu di tunggangi oleh KPM kampus Uin Walisongo Semarang. Karena dari partai minoritas ini kebanyakan anggota nya adalah orang-orang yang berkualitas dan mampu menandingi kualitas dari 2 partai yang berkuasa sejak bertahun-tahun lamanya. Jadi seakan 2 partai yang sudah lama berkuasa sampai takut jikalau partai kecil ini yang isinya minoritas yang berkualitas menjadi besar ketika memenangkan pemilwa tahun 2023/2024.
Kampus Uin Walisongo Semarang merupakan salah satu kampus peradaban yang sangat otoriter mulai dari kebijakan sampai organisasi kampus yang ada di Uin Walisongo Semarang. Kampus ini terkenal dengan kehijauan nya dan almamater yang cukup terang. Kampus Uin Walisongo Semarang memiliki 9 fakultas termasuk fakultas baru yaitu fakultas kedokteran.
Dari isu yang terjadi pada kampus Uin Walisongo Semarang sudah tidak asing lagi dengan doktrin organisasi eksternal yang ada di kampus tersebut mulai dari rektor sampai ke mahasiswa universitas ini sangatlah terkenal dengan organisasi eksternal nya sampai jika ada mahasiswa baru yang mau masuk dalam organisasi internal mereka di doktrin terlebih dahulu untuk memasuki organisasi eksternal yang berkuasa sangat kuat di organisasi kampus tersebut sehingga kekuasan kampus tersebut sangat sulit untuk di runtuhkan ketika ada yang menandingi mereka.
Nah disini kita bisa melihat bahwa kelanggengan kekuasaan otoriterianisme organisasi eksternal kampus Uin Walisongo Semarang sangatlah sulit untuk diruntahkan dan juga sistem politik yang ada di kampus Uin Walisongo Semarang sangatlah monoton karena kurangnya kesadaran mahasiswa Uin Walisongo Semarang yang masih banyak tertindas seperti partai minoritas yang baru masuk di dalam kampus Uin Walisongo Semarang tersebut. Apakah kampus Uin Walisongo Semarang politik kampus selalu monoton dan tidak bisa merotasi kekuasaan ataukah tidak?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H