Lihat ke Halaman Asli

Program Keluarga Berencana sebagai Program Menolak Anak, Benarkah?

Diperbarui: 14 Juli 2021   00:15

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Program Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi (KBKR) merupakan salah satu dari tiga (tiga) pilar Program Keluarga, Kependudukan, dan Keluarga Berencana yang terus menjawab tantangan teknis, kesehatan, dan sosial.  Keluarga berencana sering disalahartikan sebagai penolakan terhadap anak, banyak yang menganggap bahwa Keluarga Berencana seperti menolak Rezeki karena masih banyak yang memegang kepercayaan bahwa banyak anak banyak rezeki. Faktanya, ini tidak terjadi. Tujuan dan manfaat keluarga berencana sangat besar untuk membangun keluarga yang sehat, bahagia dan sejahtera.

Angka kelahiran di Indonesia yang masih sangat tinggi menjadi tantangan paling besar dalam mewujudkan Program Keluarga Berencana ini bisa berjalan dengan baik, hal ini tentu berjalan lurus dengan kurangnya tingkat kesejahteraan masyarakat dan masalah gizi pada tumbuh kembang si anak sehingga stunting.

Pada Siaran Pers Nomor: B- 290  /Set/Rokum/MP 01/11/2020 Stunting atau melambat nya tumbuh kembang anak di bawah usia lima tahun masih menjadi masalah serius di negeri ini. Prevalensi stunting di Indonesia menempati urutan kedua setelah Kamboja yang artinya kita berada diurutan 108 dari 132 negara yang mengalami masalah stunting. Tentu nya masalah stunting ini harus menjadi perhatian kita semua, mengingat sumber daya yang paling dibutuhkan dalam suatu negara adalah sumber daya manusia.

Dengan adanya program Keluarga Berencana ini, sebagai upaya pemerintah untuk mengatasi permasalahan seperti: Suami dan istri yang tidak mengikuti program KB berisiko mengalami kehamilan yang tidak diinginkan. Misalnya, wanita di atas usia 35 tahun yang belum mulai menopause dan berhubungan seks tanpa kontrasepsi dapat hamil dan dapat beresiko pada ibu juga bayi nya, kemudian akan terjadi banyak nya penyakit menular seksual dan sistem reproduksi, dan lain-lain. Kurangnya partisipasi pada program keluarga berencana ini tidak hanya karena faktor eksternal saja tapi juga internal yang berasal dari pemerintah, seperti: kurang nya edukasi tentang program KB, kurang nya tenaga kesehatan, dan yang terakhir adalah faktor ekonomi di setiap keluarga.

Manfaat Program Keluarga Berencana, tidak hanya sebagai meningkat nya kualitas Sumber Daya Manusia, tapi juga Membentuk keluarga yang berkualitas, menjaga kesehatan ibu dan anak melalui pola asuh yang baik juga tercukup nya asi dan gizi, dan yang paling utama menurunkan tingkat kematian ibu dan bayi juga tingkat penurunan stunting pada anak.

Solusi yang ditawarkan penulis untuk mempercepat program keluarga berencana ini dengan mengedukasi dan memberi sosialisasi pada anak remaja atau bahkan orang tua yang nantinya program ini bisa diterima dan dijalankan oleh masyarakat agar tercipta nya pembangunan berkelanjutan. Sebab masalah pada sumber daya manusia bukan hanya peran pemerintah saja tetapi masyarakat harus juga terlibat untuk bisa keluar dari kurangnya sumber daya manusia yang berkualitas.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline