Lihat ke Halaman Asli

Pro dan Kontra Aturan Kementrian Agama terkait Pengeras Suara Masjid

Diperbarui: 16 Juni 2022   10:46

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Indonesia merupakan negara dengan mayoritas jumlah penduduk  muslim terbesar di dunia. Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) telah merilis data per 31 Desember 2021, jumlah penduduk di Indonesia mencapai 273,32 juta jiwa sedangkan jumlah penduduk muslim di Indonesia sebanyak 237,53 juta jiwa. 

Jumlah itu setara dengan 86,9% dari populasi di tanah air. (Bayu, 2022). Sebagai negara dengan mayoritas jumlah penduduk muslim terbanyak di dunia, tentu saja keberadaan masjid dan mushola sebagai tempat ibadah umat muslim adalah hal yang wajar dan mudah kita jumpai di setiap daerah di Indonesia. 

Pada setiap bangunan masjid dan mushola yang berada di Indonesia juga tidak lepas dari yang namanya pengeras suara atau biasa kita kenal dengan sebutan toa, alat pengeras suara tersebut dijuluki toa karena pada saat itu yang umum digunakan adalah pengeras suara dengan merk toa, toa merupakan perusahaan alat elektronik produk asal negara jepang. 

Fungsi dari alat pengeras suara di masjid sendiri umumnya digunakan untuk berbagai macam kebutuhan contohnya, untuk mengumandangkan adzan, sholawat, tarhim, puji-pujian, pengajian, aktivitas dakwah, dan membaca ayat-ayat suci Al-Quran atau biasa disebut dengan tadarus. 

Tidak hanya itu, dengan adanya pengeras suara ini juga sangat membantu para takmir masjid dalam melakukan aktivitas dan juga ketua RW/RT desa atau kampung setempat untuk menyampaikan informasi yang penting seperti, memberitahukan warga yang telah meninggal dunia, penetapan awal puasa ramadhan, acara tahlil dan pengajian, bahkan informasi barang kehilangan. 

Pengeras suara di setiap masjid terdapat dua pengeras suara yang terdiri dari pengeras suara bagian luar dan pengeras suara bagian dalam. Pengeras suara bagian dalam masjid ini difungsikan atau diarahkan kedalam ruangan masjid atau mushala. 

Sedangkan, pengeras suara bagian luar masjid difungsikan atau diarahkan ke luar ruangan masjid atau mushala, jadi tata cara pemakaian toa masjid dan pemasangan toa masjid juga harus diperhatikan dengan baik dan benar. 

Baru-baru ini polemik mengenai aturan pengunaan pengeras suara yang dikeluarkan oleh Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas atau biasa dikenal dengan Gus Yaqut ramai diperdebatkan dan diperbincangkan di tengah kehidupan masyarakat, khususnya aturan tentang penggunaan pengeras suara bagian luar masjid.

Aturan Mentri Agama terkait pengeras suara masjid yang tercantum pada SE Menag 05 Tahun 2022 menimbulkan polemik dan memununculkan pro dan kontra di masyarakat salah satunya mengenai aturan volume pada saat mengumandangkan adzan menggunakan pengeras suara tidak boleh melebihi 100 dB. 

Kalangan yang setuju menyambut baik mengenai aturan pengeras suara tersebut demi terciptanya toleransi antar umat beragama di Indonesia. Mengingat kita hidup dalam masyarakat yang beragam, baik agama, keyakinan, latar belakang, dan lainnya, sehingga diperlukan upaya untuk merawat persaudaraan, kerukunan dan harmoni sosial. 

Sedangkan kalangan yang kontra menganggap Menteri Agama ingin membatasi kebebasan beribadah umat muslim yang ada di Indonesia, terlebih lagi aturan ini dibuat mendekati bulan suci ramadhan menurut masyarakat. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline