Lihat ke Halaman Asli

"Panggung Foke Mulai Bergeser"

Diperbarui: 25 Juni 2015   00:33

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik


Di Tulis Pukul 01.00 WIB

Indonesia, 13 september 2012

Menanti 10 tahun tampaknya tidak sia-sia bagi Fauzi Bowo

atau yang biasa disapa Foke, dalam proses menuju tampuk tertinggi jabatan Kepala Daerah DKI Jakarta. Lepas dari bayang-bayang kompatriotnya, Sutiyoso, Foke melenggang mulus menuju kursi pemimpin ibu kota, dengan jargon “Serahkan Pada Ahlinya” dan mengusung tema Putra Daerah sebagai isu kampanyenya.Namun sayang, kepercayaan yang diberikan selama lima tahun kurang dimanfaatkannya dengan baik. Alih-alih mendapat simpati dan apresiasi, Warga Jakarta justru berbalik antipati dan terkesan skeptis ketika mendengar nama Foke dan karyanya terhadap Ibu Kota Negara.

Kultur masyarakat Jakarta yang cerdas dan majemuk ternyata tidak lagi ampuh dengan suguhan janji berbalut kesukuan yang dilafalkan sang petahana, dan mulai menuai cemoohan. Terlebih, Foke kini mendapat lawan tangguh yang piawai mengaduk empati warga dengan sepak terjangnya yang anti birokrasi.

Ya, namanya Joko Widodo (Jokowi), pria inilah yang kemudian mulai menggeser Foke dari panggung utama, yang selama ini dikuasainya. Sama ketika era Boy Band yang perlahan menggeser zamannya Grup Musik (Band), karena jenuh dengan penampilannya yang monoton.

Melihat karismanya mulai memudar, Foke terlihat panik dan mulai memasang 1001 jurus demi menjaga eksistensinya di panggung utama. Tapi sayang, jurus yang dikeluarkannya justru terkesan usang, dan malah semakin jauh menggesernya dari puncak popularitas.

Rakyat tak lagi kenyang dengan suguhan suku, agama, dan ras (SARA) dan kampanye hitam yang menjadi andalan dari kampanye Foke. Dan bahkan warga tak lagi puas dengan pengerahan ketokohan serta gelontoran uang yang ditawarkan oleh sang bintang utama.

Nyatanya, mata masyarakat kini mulai terbuka dan rasional. Mereka tidak lagi melihat figur, apalagi janji manis sebagai landasan utamanya dalam memilih pemimpin. Suara tokoh masyarakat yang biasanya menjadi panutan pun seakan luluh dengan kerinduan warga terhadap pemimpin yang merakyat.

Alim ulama tak lagi menjadi patokan, pemuka masyarakat tak lagi menjadi acuan, yang ada di benak masyarakat adalah sesosok orang yang mampu menawarkan perubahan, tanpa peduli dari mana asal usul dia berasal. Jargon Asal bukan Foke pun menggema dikalangan masyarakat.

Lagunya yang mulai membosankan, dan kemasannya yang minim kreativitas perlahan mulai ditinggalkan seiring dengan tuntutan zaman yang semakin tinggi. Selayaknya serbuan Korean Pop (K-Pop), Jokowi masuk merebut hati masyarakat dan menggeser eksistensi Foke yang dalam lima tahun terakhir sudah mengakar.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline