Malang- Kunjungan yang dituju oleh Mahasiswa Prodi Perbankan Syariah Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang (UINMA) yakni Klenteng Tridharma Eng An Kiong, Malang, Jawa Timur (Sabtu, 14/3). Materi kali ini di berikan oleh bapak Bun Su Anton Triono selaku Rohaniawan Klenteng.
Kebanyakan klenteng menjadi tempat ibadah bagi umat konghucu. Akan tetap, Klenteng Tridharma Eng An Kiong ini membawahi Tri Dharma yaitu, Konghucu, Tao, dan Buddha . Perbedaan ketiga agama ini, sebagaimana mengutip Bapak Bun Su Anton Triono adalah bahwa Taoisme adalah agama yang menekankan sembahyang kepada dewa-dewi, Buddhisme adalah agama yang menekankan sembahyang kepada dewa dan artha, sementara Kong Hu Chu adalah agama yang menekankan sembahyang hanya kepada konghucu itu sendiri.
Perkembangan Klenteng Tridharma Eng An Kiong
Sejarah dari Klenteng secara umum , bahwa penyebutan kata "klenteng" itu sendiri merupakan penamaan dari suku jawa, ini dinamakan klenteng, Sebab di negara kita terdapat suku jawa, dan dimana suku jawa ini jika membuat nama paling gampang, seiring dengan bunyi saja. karena agama konghucu memanggil umatnya dengan lonceng, sehingga bunyinya "teng-teng-teng" maka dari itu disebutlah klenteng. Klenteng yang didominasi dengan warna merah ini juga memiliki makna filsafat yang dalam yaitu melambangkan kehidupan, "Tuhan menciptakan dunia beserta hukum-hukumya, dan manusia dapat hidup gratis itu merupakan nikmat Tuhan dan kehidupan manusia tidak akan berlanjut tanpa adanya yang selalu mengalir dalam tubuh atau kita sebut dengan darah", itu merupakan penjelasan Bapak Bun Su Anton Triono.
Warna merah dari darah yang melambangkan kehidupan dan yang kemudian menjadi alasan rumah ibadah ini dengan warna merah. Klenteng ini dibangun menghadap kea rah barat, namun bukan berarti kiblat, melainkan sebagai makna bahwa selalu berada pada posisi yang tinggi dan menghadap ke yang rendah.
Teologi Kong Hu Chu
Beralih kepada teologi Kong Hu Chu, mereka memiliki nenek moyang yang bernama Kong Hu Cu. Di agama ini mereka mempercayai dewa adalah sebagai seorang rasul utusan dari Tuhan. Uniknya, mereka memiliki tempat ibadah yang langsung menuju langit, karena mereka mempercayai bahwasannya Tuhan yang satu itu berada di atas langit.
Dalam perkembangannya di Indonesia, pada masa orde baru Kong Hu Chu sempat mengalami masa pahitnya. Penyebabnya adalah Kong Hu Chu belum diakui menjadi agama resmi di Indonesia. Setelah masa reformasi, Kong Hu Chu mulai memiliki tempat atas hak sipilnya di Indonesia, yaitu dengan keluarnya instruksi presiden B.J. Habibie nomor 26 tahun 1998 mengenai penghentian penggunaan istilah pribumi dan non pribumi. Disusul dengan kebijakan Presiden Abdurrahman Wahid Keppres No. 6 tahun 2000 tentang pemilihan hak sipil penganut agama Kong Hu Chu. Puncaknya kemudian terjadi pada pemerintahan Megawati Di mana Hari Raya Imlek dijadikan hari libur nasional.
Agama konghucu ini sudah ada dari 2571 tahun yang lalu, dan merupakan agama tertua. Dan itu sejalan dengan lahirnya Nabi bagi agama tersebut yaitu Nabi Konghucu yang lahir 551 SM, dalam agama konghucu mereka mengimani bahwa kedudukan yang tertinggi ada pada Tuhan Yang Maha Esa atau mereka menyebutnya "THIAN" dan penyebutan salam mereka ialah "wei de dong tian" yang berarti hanya kebajikan Tuhan berkenan dan "Xian You Yi De" yang berarti hanya ada satu kebajikan, dan dengan tangan yang dikepal dan ibu jari direkatkan sehingga membentuk huruf "ren" yang berarti manusia. Kemudian untuk kitab suci yang digunakan agama Konghucu ini memiliki kitab suci yang bernama "Sishu Wujing". Penganut Konghucu ini percaya dengan ramalan nasib atau disebut "Iman jam syi".
Tri Dharma di Klenteng Tridharma Eng An Kiong: Buddha, Kong Hu Chu dan Taoisme