"Mengungkap Luka Yang Tersembunyi,
Dalam Kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT)
Cut Intan Nabila"
Oleh : Aldifia Putri
Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) masih menjadi isu pertama yang mengkhawatirkan di indonesia, yang mengakibatkan banyak korban mengalami penderitaan fisik maupun psikis. Pada akhir bulan Agustus kemarin warga Indonesia digemparkan dengan beredarnya unggahan video kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) di akun instagram mantan Atlet anggar dengan nama lengkap Cut Intan Nabila yang menjadi sorotan publik, mengutip dari www.compas.com dalam video yang beredar, ibu tiga anak itu dianiaya pada bagian kepala dan punggungnya. Saat kejadian, kaki Armor bahkan sempat mengenai bayi mereka yang belum genap berumur sebulan.
Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) yang dialami oleh Cut Intan Nabila ternyata bukan hanya satu kali. Mengutip dari www.liputan6.com Dalam jumpa pers di polres Bogor, Rabu (14/08/2024), Amor mengakui telah melakukan tindakan KDRT lebih dari lima kali sejak tahun 2020. Cut Nabila membantah klaim tersebut melalui keterangan pada bukti KDRT yang ia unggah pada Kamis (22/08/2024). Ia menulis, "Lebih dari 5 kali? Saya saja tidak mampu menghitung berapa sering dia menyiksa saya." Sebutnya.
Perjalanan rumah tangga yang awalnya penuh dengan cinta kini berubah menjadi deretan luka, baik secara fisik maupun emosional, ketika suatu konflik yang akhirnya berujung pada kekerasan. Keberanian Cut Intan dalam mengungkap pengalaman pahitnya dan berani melawan kekerasan dalam rumah tangga bukan hanya menjadi sebuah berita dalam Masyarakat tapi juga sebagai refleksi dari banyaknya kasus kekerasan di Indonesia yang mungkin hanya tersembunyi di balik dinding rumah tangga.
Di Indonesia saat ini, kasus kekerasan pada Perempuan kian meningkat, Mengutip dari www.liputan6.com bahwa data terkini dari kementrian pemberdayaan Perempuan dan perlindungan Anak (kemen PPPA) menunjukkan bahwa hingga saat ini, pada tahun 2024, telah tercatat 2.515 kasus kekerasan terhadap suami atau istri. Yang lebih menghawatirkan lagi, KDRT menduduki peringkat pertama dalam jenis kekerasan yang dilaporkan, dengan total 9.881 kasus.
Dalam kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) yang sering menjadi korban kekerasan adalah perempuan karena kurangnya otonomi terhadap diri mereka. Banyak kenyataan dalam kehidupan sehari -hari yang menunjukkan bagaimana lemahnya posisi Perempuan Ketika mengalami kekerasan terhadap dirinya, Kekerasan terhadap Perempuan juga berkaitan dengan pelanggaran Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, dimana disebutkan bahwa "Setiap orang dilahirkan bebas dengan harkat dan martabat manusia yang sama dan sederajat, setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlinndungan dan perlakuan hukum yang adil serta mendapat kepastian hukum dan perlakuan yang sama didepan hukum, dan juga setiap orang berhak atas perlindungan hak asasi manusia dan kebebasan dasar manusia".
Korban KDRT yang sering kali mengalami tekanan sosial dan emosional yang membuat mereka merasa terisolasi dan tidak memiliki dukungan, mereka mungkin merasa terjebak dalam hubungan yang berbahaya, atau bahkan percaya bahwa kekerasan adalah hal yang wajar dalam sebuah hubungan. Jika dilogika kasus KDRT itu bukan suatu hal yang wajar dalam hubungan karena dalam berumah tangga suami dan istri memiliki hak asasi terhadap dirinya, jika sampai terjadi kekerasan dalam rumah tangga itu bukan hal yang wajar lagi, itu adalah kurangnya moral dalam suatu hubungan.
Oleh karena itu pemahaman yang mendalam tentang dinamika relasi sangat penting untuk mengidentifikasi langkah-langkah pencegahan dalam KDRT. Kisah Cut Intan diatas tidak hanya mencerminkan penderitaan pribadi, tetapi juga realitas sosial yang menunjukkan pentingnya memerangi KDRT secara sistematis, baik melalui dukungan hukum, sosial, maupun moral. Kisah Cut Intan dapat dianalisis lebih dalam malalui beberapa perspektif yaitu teori keadilan yang mencakup (otonomi, distribusi, dan responsibility), serta nilai-nilai kemanusiaan dalam Pancasila sila ke-2 :
- Otonomi