Novel karya Ahmad Tohari berjudul Kubah memiliki daya analisis sosiologis yang cukup luas. Dalam novel ini, Ahmad Tohari mengungkapkan realita tentang gejolak sosial, politik, dan budaya yang kompleks dan sering terjadi pada masyarakat Indonesia terutama ketika peristiwa G30S-PKI yang juga menjadi latar waktu dari novel ini. Tentang kesalahan masa lalu yang akan sulit dimaafkan dan perjuangan mendapatkan kembali kepercayaan masyarakat.
Kubah mengangkat cerita tentang kehidupan Karman, seorang pemuda cerdas keturunan priyayi dimana bapaknya merupakan seorang mantan mantri pasar, yang bergabung dalam partai komunis Indonesia hingga menjadi salah satu politisi yang ulung dalam partainya. Karman memulai karir dengan bekerja pada Haji Bakir hingga kemudian akibat hasutan dari para aktivis partai komunis dan juga bayangan Karman mengenai dirinya yang ingin segera memiliki pekerjaan membuatnya jatuh ke dalam jalan yang salah. Karman yang berkawan dengan keluarga santri, keluarga Haji Bakir, dianggap memiliki potensi oleh kalangan komunis untuk menjadi aktivis partai. Mereka berhasil menghasut Karman untuk membernci keluarga Haji Bakir dan meninggalkan kewajibannya sebagai muslim yaitu shalat.
Karman tampil sebagai tokoh yang sakit hati kepada keluarga Haji Bakir karena berdasarkan hasutan dari Margo dan Triman bahwa Haji Bakir hanya memanfaatkannya saja dan tidak memerdulikannya. Margo dan Triman mulai dengan penolakan Haji Bakir atas lamaran Karman kepada Rifah dan berlanjut dengan pengambilan tanah milik bapak Karman oleh Haji Bakir. Ini menjadi langkah awal Karman semakin masuk ke dalam dunia perpolitikan yang penuh tipu muslihat.
Hubungan Karman dengan kader PKI lain semakin akrab. Akan tetapi, karena keakrabannya dengan orang-orang PKI ia mulai dijauhi oleh masyarakat desa Pegaten. Semua kejadian pun terus berlanjut hingga sampai pada peristiwa G30S-PKI dimana usaha PKI untuk mengambil kekuasaan negara gagal. Akibat kegagalan tersebut, seluruh anggota PKI ataupun orang yang ikut campur dalam pemberontakan itu diburu dan ditangkap. Beberapa teman Karman yaitu Margo dan Triman ditangkap kemudian dihukum mati. Hal ini tentunya menyebabkan Karman ketakutan setengah mati. Lantas ia pun pergi dari rumah meninggalkan istrinya, Marni, untuk mencari tenpat persembunyian yang aman. Saat Karman sudah tidak mampu untuk berlari dan bersembunyi ia pun tertangkap. Yang perlu ia syukuri adalah bahwa ia tidak dihukum mati melainkan hanya diasingkan ke sebuah penjara terpencil di Pu;au Buru.
Selama masa hukumannya di Buru, Karman mulai menyadari kesalahannya dan menyesal atas perbuatan yang telah ia lakukan. Ia kemudian sadar dan bertaubat yang semuanya tak lepas dari usaha Kapten Somad sebagai orang yang memberikan bimbingan rohani kepadanya. Di penjara juga ia sempat merana akibat mendapatkan surat akan pernikahan istrinya dengan temannya, Parta. Namun, ia tetap berusaha tabah dan berjuang melewati semaunya. Setelah masa penahanannya selesai, dengan penuh kebimbangan mantan kader PKI datang ke desanya. Butuh waktu yang cukup panjang bagi Karman untuk memberanikan diri kembali ke desanya itu lantaran ia takut masyarakat tidak mampu memaafkan lesalahannya di masa lalu. Akan tetapi, kenyataannya masyarakat desa Pegaten begitu antusias dan gembira menyambut kepulangan salah satu warganya. Mereka menerima kembali Karman tanpa sedikitpun memiliki dendam dan penolakan. Penerimaan itu makin terasa nyata ketika anaknya Karman, Tini, menikah dengan cucu Haji Bakir, Jabir, yang tak lain juga adalah anak Rifah.
Atas semua simpati yang telah Karman dapatkan dari Mayarakat desa Pegaten, ia dengan penuh tekad dan kesadaran berusaha membuktikan diri dapat bermanfaat bagi warga desanya. Semua itu pun mulai diwujudkannya melalui usahanya untuk membagun kubah musholah Haji Bakir yang hampir rubuh dan Karman berhasil nmejadi pelaksana tugas tersebut. Karman telah menunjukkan bahwa ia ingin kembali ke jalan yang benar dan masyarakat menerimanya dengan penuh kebahagiaan.
Pengarang menampilkan realita sosial kehidupan seorang Karman yang pada dirinya terletak keluhuran sifat. Namun, akibat dari hasutan dari golongan yang tidak benar menjadikannya menempuh jalan yang salah. Pengarang juga menunjukkan bahwa dengan usaha untuk bertaubat dan menuju jalan yang benar, seorang penjahat seperti apapun akan dapat diterima kembali dalam mmasyarakat.
Relalita terselubung yang mungkin sebenarnya ingin dimunculkan dalam karya ini oleh pengarang adalah bahwa tidak keseluruhan orang yang masuk ke jalan yang salah, dalam hal ini PKI, melakukannya atas kehendak dirinya sendiri. Barangkali ia telah mendapat hasutan dan tawaran yang menjanjikan dengan cara memasuki dunia perpolitikan yang ia tidak tahu menahu bahwa itu merupakan kesalahan yang berakibat fatal.
Selain realita sosial dalam kehidupan Karman, pengarang menampilkan banyak realitas lain dalam novel ini. Seperti banyaknya kriminalitas yang terjadi sebagai akibat dari krisis ekonomi yang tak berkesudahan hingga menjadikan banyak mayarakat melanggar hukum misalnya menebang pohon jati pemerintah secara ilegal, melakukan pencurian, dan pemberontakan. Semua itu disasari pada naluri manusia untuk bertahan hidup yang oleh penulis hal ini juga menjadi salah satu poin bahasannya.
Daftar Pustaka